CORONA: Percepatan ilmu pengetahuan tidak senada dengan percepatan kesadaran masyarakat indonesia.

CORONA: Percepatan ilmu pengetahuan tidak senada dengan percepatan kesadaran masyarakat indonesia.

(Oleh: Sena Putri Safitri)





“Jakarta, CNN Indonesia. Jumlah pasien positif terinfeksicovid 19 akibatvirus corona kembali mengalami peningkatan per Minggu (28/3). Jumlah kasus positif corona di Indonesia hari ini mencapai 1.285 kasus. Sementara itu korban meninggal dunia bertambah menjadi 114 orang, pasien sembuh 64 orang.” Update Corona 29 Maret2020.

Belum banyak pengetahuan valid tentang wabah virus corona yang menjadi penyebab salah satu dampak kematian ekstrim di berbagai negara. Penyebaran virus corona menjadi ancaman serius bagi dunia sejak pertama dilaporkan akhir 2019 yang telah menginfeksi lebih dari satu per empat juta orang di kota Wuhan, China.

Perlu diketahui bahwa virus corona bukanlah flu biasa. Pusat Pemodelan Matematika dan Simulasi Institut Teknologi Bandung mempekirakan pandemi ini akan mencapai puncaknya pada akhir Maret dan berakhir pada pertengahan April 2020. Bahkan dengan kedinamisan data yang ada, prediksi tersebut bisa saja berubah.[1] Perlu diketahui, akibat pemerintah terlihat ‘santai’ dalam mengantisipasi kedatangan virus ke Indonesia, Direktur Jenderal WHO telah turun tangan mengirimkan surat tertanggal 10 Maret 2020 kepada Presiden RI untuk mempertanyakan tingkat kesiapan Indonesia dalam menghadapi pandemi global, keterbukaan pemerintah dalam menangani kasus hingga menyoroti pendekatan Indonesia dalam melacak dan mendekteksi kasus corona.[2] 

Sebenarnya secara sederhana dapat dipahami bahwa upaya Pemerintah dengan bersikap tenang (lamban) menangkal krisis adalah dengan meminimalisir informasi agar tidak ada kepanikan. Namun logika pendek tersebut menyebabkan permasalahan yang lebih pelik, salah satunya masyarakat yang kekurangan informasi akan lebih mudah termakan hoax ketika tidak ada rujukan yang resmi. Akibatnya masyarakat kurang bisa mendapat akses yang benar untuk upaya pencegahan yang bisa dilakukan sejak dini.

Kurangnya pengetahuan terhadap pandemi ini berimplikasi terhadap minimnya kesadaran masyarakat kita, sehingga penanganan (pencegahan bagi yang tidak terinfeksi dan atau pengobatan terhadap yang terkena wabah) kurang terintegrasi-interkoneksi dalam sistem pemerintahan di negara kita. Dari pusat sampai bagian paling bawah yaitu desa (kampung).

Pro kontra prihal lockdownnya indonesia cukup menjadi perbincangan hangat dikalangan masyarakat dengan konsekuensi logis dampak antar bidang, banyak kemudian pertimbangan-pertimbangan yang mengakibatkan pada akhirnya wilayah di negara kepulauan ini melaksanakan Local Lockdown (Tegal, Tasikmalaya, Makassar, Ciamis, Papua). Tetap optimalkan upaya pencegahan: social distancing, menjaga imunitas tubuh, sering mencuci tangan, penggunaan masker dengan tetap bisa membantu warga yang tidak bisa Work From Home (WFH) dengan cara menyumbang-bagikan nasi atau bantuan apapun kepada mereka yang tidak bisa makan jika tidak bekerja keluar rumah setiap harinya. Misalkan, di Kota Yogyakarta ada gerakan Dapur Umum sebagai upaya ladang fastabiqul khairat (berlomba-lomba dalam kebaikan) fenomena virus corona.  Lekas pulih dunia!


[1] CNN, ITB: Puncak Corona RI Akhir Maret, Berakhir Tengah April 2020, 2020, diakses dari https://www.cnnindonesia.com/teknologi/20200319142837-199-484974/itb-puncak-corona-ri-akhir-maret-berakhir-tengah-april-2020 pada 25 Maret 2020.

[2] Wayan Agus Purnomo, Menyangkal Krisis Menuai Bencana, 2020, diakses dari https://majalah.tempo.co/read/laporan-utama/159957/salah-langkah-jokowi-hadapi-wabah-corona pada 20 Maret 2020

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *