Hari: 13 Maret 2020

Keterlibatan feminisme terhadap perempuan dalam dunia perpolitikan

Keterlibatan feminisme terhadap perempuan dalam dunia perpolitikan

Oleh : la ode umar alzamani

Perempuan merupakan hal yang aktual.Perempuan ketika di kaitkan dengan keinginan masuk kedalam dunia pemerintahan bagaikan gayung bersambut. Sebab, pemerintah melalui berbagai regulasi yang dibuat untuk mengatur persoalan-persoalan secara khusus, pada saat yang sama juga telah mengatur eksistensi perempuan di panggung pemerintahan

Namun realitas empiris berkaitan dengan dunia politik yang melibatkan perempuan sebagai pemeran didalamnya belum sesuai dengan yang diharapkan. Perempuan hari ini bagai berada diposisi yang membingungkan, disatu sisi mengancam eksistensi disisi yang sama kondisi yang dihadapi perempuan menjadi tantangan utama dalam mewujudkan keinginan dalam dunia perpolitikan

Hadirnya Gerakan feminisme dikalangan masyarakat, gugatan terhadap ketidak adilan hukum pun mulai muncul kepermukaan. Dari berbagai gugatan tersebut mempersoalkan adanya ketidak adilan baik dalam politik,hukum dan sosial dalam aspek perbedaan jenis kelamin.contoh yang paling sederhana dalam keluarga dengan struktur ekonomi kurang mampu,mempunyai anak dua kaki-laki dan perempuan sedangkan biaya untuk meyekolahkan hanya bisa untuk satu anak saja,maka dengan berbagai pertimbangan yang masuk akal lebih di utamakan anak laki-laki dibanding anak perempuan tanpa melihat potensi dari kedua anak.contoh kasus yang selanjutnya kalau kita melihat dan mencermati struktur pemerintahan presentase perempuan yang menduduki jabatan sangatlah minim demikian pula dalam bidang legislatif perempuan yang menjadi wakil rakyat sangatlah sedikit diskriminan perempuan juga terjadi dalam dunia pekerjaan dimana kaum laki-laki pada umumnya selalu di percaya untuk menempati posisi pimpinan,sedangkan kaum wanita kebanyakan hanya di posisikan sebagai sekretaris.semua gugatan tersebut lahir dari analisis gender.Sebenarnya analisis ini bertujuan untuk memberikan penyadaran kepada banyak kalangan bahwasalnya antara laki-laki dan perempuan masih terdapat ketimpangan dimana perempuan acapkali menjadi korban dehumanisasi

.

Proses dehumanisasi atau Dehumanization adalah proses penghilangan harkat manusia atau tindakan menyangkal kemanusiaan terhadap manusia lainnya.( dictio.id) proses dehumanisasi inilah yang menjadi salah satu akar dari ketidak adilan gender. Jika melihat sudi kasus pada masyarakat tradisional bentuk-bentuk penindasan yang sering didapatkan perempuan masih berupa pengkontruksian kedalam tatanan sosial dengan membatasi fungsi perempuan menjadi 4M (Menstruasi, Mengandung, Melahirkan dan Meyusui anak). Dalam tatanan masyarakat tradisional ataupun setingkat di atas itu yang belum mendapatkan wawasan yang berkaitan dengan gender, kebanyakan selalu memposisikan laki-laki sebagai pemikul tanggungjawab untuk mecari nafkah, sedangkan perempuan dengan doktrin yang telah tertanam menempatkan perempuan di posisi sebagai ibu rumah tangga saja.

            Perjuangan kaum perempuan dalam mencapai kesetaraan gender telah berlangsung secara revolusioner, perjuangan inilah yang menjadi upaya keras dalam mewujudkan komitmen global terhadap penghormatan hak-hak asasi manusia (HAM), dan persamaan kesempatan antara kaum laki-laki dan perempuan di segala aspek baik itu politik, ekonomi dan sosial budaya sebagaimana telah tertera dalam undang-undang dasar negara republik indonesia tahun 1945.

            Di Indonesia kesenjangan gender bisa dibilang parah dari negara-negara berkembang lainnya kesenjangan dalam politik, hukum, ekonomi dan sosial meyebapkan rendahnya tingkat partisipasi kaum perempuan dan relatif belum mampu memainkan peran yang seimbang dibanding kaum laki-laki.

Terdapat hasil penelitian yang mengungkapkan bahwa rendahnya daya serap tenaga kerja perempuan di sektor formal berkaitan langsung dengan besarnya tingkat diskriminasi di sektor tersebut. Diskriminasi gender lebih jelas tampak pada orientasi lapangan kerja, dimana peran laki-laki dan perempuan masih menunjukan kesenjangan yang melebar. Hal ini acapkali di perparah dengan tingkat Pendidikan kaum perempuan yang relatif rendah, terutama pada jenis-jenis pekerjaan yang membutuhkan ketekunan dan keuletan.

Keterlibatan Perempuan Dalam Dunia Perpolitikan Indonesia

Seperti yang telah dijelaskan di awal bahwasalnya pasal 27 UUD 1945 sudah sangat kompleks menjelaskan wanita mempunyai kedudukan yang sama dalam bidang hukum dan pemerintahan dengan pria. Undang-Undang Dasar 1945 dalam perundang-undangan politik telah mencerminkan bahwa wanita dan pria sama-sama punya hak untuk dipilih dan memilih, namun lagi-lagi masih ada juga diskriminasi gender dimana diskriminasi tersebut sudah sangat kronis berkembang sangat cepat dan bahkan sudah melembaga sehingga upaya perempuan untuk memperjuangkan kesetaraan gender akan berbenturan dengan system sosial budaya dan politik yang tidak responsif terhadap tuntutan kesetaraan gender.

            Kalau kita melihat dan menganalisis adanya Undang-Undang yang mengatur 30% keterwakilan perempuan baik itu di DPR RI, DPD, DPRD provinsi maupun DPRD kabupaten/kota masih dirasa kurang bahkan diberbagai kalangan menganggap hal tersebut merupakan suatu ketidakadilan bahkan diskriminasi terhadap kaum perempuan, kenyataannya yang selanjutnya memperlihatkan bahwa jumlah wanita yang menjadi anggota Legislatif selama beberapa kali Pemilu persentasenya masih kecil, walaupun jumlah wanita lebih banyak dari pria. Demikian pula halnya dengan wanita yang memegang posisi pada jabatan pengambil keputusan juga masih kecil.akibatnya, potensi perempuan tidak dapat berkembang secara optimal.

            Representasi perempuan pada institusi legislatif sebagai mana yang dimaksudkan dalam Undang-undang NO.12 Tahun 2003 tentang pemilihan umum dan Undang-undang NO. 10 tahun 2009 tentang Pemilihan Umum anggota DPR,DPD dan DPRD merupakan landasan yuridis pentingnya perempuan dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan. Melihat dari hasil Pemilu 2014 lalu, mantan mentri pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak Yohana menyayangkan belum tercapainya target 30% angka keterwakilan perempuan di parlemen. Di tingkat DPR RI hanya mencapai 17.32% atau 97 perempuan dari 560 anggota menduduki jabatan legislatif. Di DPRD Provinsi, keterwakilan perempuan hanya 16,43% atau 350 perempuan menduduki jabatan dari 2.130 anggota DPRD Provinsi se-Indonesia. Sedangkan di tingkat DPRD Kabupaten/Kota hanya terdapat 14% atau 2.296 anggota perempuan dari total 16.883 anggota DPRD Kabupaten/Kota se-Indonesia. Pada tingkat DPD (Dewan Perwakilan Daerah) masih belum mencapai target yaitu hanya 25,74% atau  34 anggota perempuan dari 132 anggota yang mendapatkan kursi di legislatif.(kemenpan.go.id)

Berbeda dengan pemilihan pada tahun 2014 pada pemilu 2019 menghasilkan keterwakilan perempuan terbanyak dalam sejarah. Meskipun demikian, dibandingkan pemilu 2014 peningkatan keterwakilan perempuan belum terlalu signifikan. Pemilu sebelumnya menghasilkan 97 anggota DPR perempuan artinya dibandingkan tahun ini pertambahan hanya 21 orang. Berdasarkan hasil pemilu 2019 PDIP berhasil menempatkan angota DPR perempuanya paling banyak dibandingkan dengan delapan partai yang lolos ke parlemen. Persentase perempuan anggota DPR dari Partai Nasdem lebih banyak yakni mencapai 32,2% atau sebanyak 19 perempuan, sedangkan caleg laki-laki Partai Nasdem yang terpilih ialah 67,8%. Sebagian besar perempuan yang terpilih ialah yang menempati nomor urut 1 dan 2. Di nomor urut 1, ada 57 perempuan yang terpilih dari 235 caleg perempuan yang ditempatkan pada nomor urut 1. Baca juga: Wiranto: Tuntutan Referendum di Papua Ingkari Hasil Pemilu 2019 Sementara itu, di nomor urut 2, dari total 372 caleg perempuan, yang terpilih sebanyak 29 orang. Sedangkan sisanya perempuan terpilih tersebar di nomor urut 3, 4, 5, 6 dan 7. Namun demikian jika disandingkan komposisi jumlah laki-laki dan jumlah perempuan,lebih sedikit sehingga peningkatan kapasitas dan keinginan dalam berpartisipasi perempuann sangat diperlukan. (kompas.com).

Upaya Peningkatan Keterwakilan Perempuan di Bidang Politik

            Berbicara tentang upaya tentu sudah pasti kita berbicara soal bagaimana perempuan dapat meningkatkan kapasitasnya dalam bersaing di dunia perpolitikan.lalu dengan cara apa perempuan dapat meningkatkan kapasitasnya tersebut?????

perempuan butuh yang namanya pemberdayaan,pemberdayaan perempuan adalah suatu upaya sistematik dan terencana untuk melibatkan perempuan dalam berbagai program pembangunan dengan memberikan kesempatan dengan peran yang sama dengan laki-laki untuk meingkatkan kapasitas dan produktivitas,harkat dan martabat serta integrasinya sebagai individu anggota masyarakat. Pemberdayaan perempuan merupakan tindakan mengintegrasikan program-program pembagunan kedalam aktivitas tersebut yang lebih nyata,termaksud dalam ranah hukum dan politik.      

Pemberdayaan dan Perhatian terhadap kepentingan politik perempuan secara konkrit baru dimulai pada tahun 2003 yang ditandai dengan masuknya pengaturan dalam Undang-Udang Pemilu mengenai 30% keterwakilan perempuan dalam parlemen. Hadirnya undang-undang tersebut menunjukkan bahwa secara konstitusi, kaum perempuan telah memiliki legalitas formal. Hanya, masalahnya tinggal pada pelaksanaan. Oleh karena itu, perlu ada upaya-upaya yang lebih real yang mampu meningkatkan peran serta perempuan dalam masalah ini.

Upaya tersebut di antaranya berupa pendekatan kaum perempuan kepada partai-partai politik. Pendekatan ini perlu dilakukan agar partai mau mengeluarkan berbagai kebijakan yang berkaitan dengan:

1.   Meningkatkan kualitas perempuan dengan memberikan pendidikan dan pengkaderan politik, sehingga perempuan memiliki daya tawar yang memadai.

2.   Menyadarkan pemilih akan pentingnya memilih wakil-wakil rakyat yang berpihak kepada perempuan dengan melakukan komunikasi politik yang jelas kepada publik mengenai program-program mereka, terutama mengenai keterwakilan perempuan di parlemen.

3.   Menempatkan perempuan pada jabatan-jabatan strategis dalam partai.

4.   Merekrut caleg perempuan dengan Kriteria khusus yaitu caleg perempuan yang memiliki amanah Pemilu.

5.   Mengajukan usulan kepada pemerintah untuk melakukan sistem Proporsional terbuka dengan sistem nomor urut, sebab setelah melakukan analisa terhadap sistem Pemilu yang telah dilaksanakan di Indonesia, sistem Pemilu sebelumnya menggunakan sistem proporsional terbuka dengan suara terbanyak. Sistem ini sangat tidak ramah terhadap perempuan. Dalam sistem ini, politik transaksional mendapat lahan yang subur. Politik uang dimana suara bisa diperjualbelikan akan mengalahkan jumlah suara caleg perempuan(uinsgd.ac.id)

Dalam konnvensi cedaw sudah sangat jelas di beberapa pasalnya terkait dengan tugas negara selaku pemangku kewajiban terterah dalam pasal 2,3,4 dan 5 terkait pemenuhan hak-hak perempuan.pada pasal 2 poin pertama di jelaskan perlu adannya pengambilan tindakan legislative yang tepat dengan mencabut peraturan yang diskriminatif.dalam pasal tiga juga menegaskan kewajiban negara untuk membentuk peraturan yang tepat dalam bidanng ekoomi,sosial dan politik dan budaya untuk mejamin pelaksanaan dan pemenuhan hak perempuan

Konvenan Internasional Hak Sipil dan Politik telah mencantumkan hak-hak yang sederajat dari laki-laki dan perempuan tanpa adanya diskriminatif,Oleh karena itu Konvensi Perempuan meletakkan ulang beberapa hak secara tertulis dalam bentuk pasal yang kelihatannya akan sangat sulit diraih oleh perempuan mengingat konstruksi budaya yang meletakkan perempuan sebagai pihak yang subordinat pasal tersebut iyalah :

pasal 7 diatur hak-hak perempuan dalam kehidupan politik dan kemasyarakatan negaranya antara lain :

  • Hak untuk memilih dan dipilih;
  • Hak untuk berpartisipasi dalam perumusan kebijaksanaan pemerintah dan implementasinya;
  • Hak untuk memegang jabatan dalam pemerintahan dan melaksanakan segala fungsi pemerintahan di segala tingkat;
  • Hak berpartisipasi dalam organisasi-organisasi dan perkumpulan-perkumpulan non pemerintah yang berhubungan dengan kehidupan masyarakat dan politik negara.

Dalam pasal 8 diatur Hak perempuan untuk mendapat kesempatan mewakili pemerintah mereka pada tingkat internasional dan berpartisipasi dalam pekerjaan organisasi-organisasi internasional,

Hak perempuan dalam kaitan dengan Kewarganegaraannya, diatur di dalam pasal 9 Konvensi Perempuan, yang meliputi :

  • Hak yang sama dengan priauntuk memperoleh, mengubahatau mempertahankan kewarganegaraannya.
  • Hak untuk mendapat jaminan bahwa perkawinan dengan orang asing tidak secara otomatis mengubah kewarganegaraannya atau menghilangkan kewarganegaraannya.
  • Hak yang sama dengan pria berkenaan dengan penentuan kewarganegaan anak-anak mereka.

Pasal 7-9 Konvensi Perempuan dalam hal tertentu secara jelas menegaskan kembali hak-hak yang harus dimiliki oleh perempuan lebih detil daripada Kovenan Hak Sipil dan Politik. Hanya saja ada beberapa pasal yang di dalam Kovenan tidak dicantumkan di dalam Konvensi Perempuan. Hal itu tidak berarti bahwa perempuan tidak memiliki hak politik dan sipil selain yang tertera di dalam Konvensi Perempuan, namun karena sifatnya menguatkan dan saling melengkapi, apa yang ada di dalam Kovenan Hak Sipil dan Politik yang tidak tertera dalam Konvensi Perempuan tetap menjadi hak perempuan.

Menyoal Liberalisasi Pendidikan

Menyoal Liberalisasi Pendidikan

Oleh: Pramudya Ananta

Dewasa ini, hal-hal yang tidak relevan menjadi relevan dan mempengaruhi sturuktur kehidupan manusia,salah satunya adalah koneksi lintas nasional (globalisasi) dan dampak liberalisasi. liberalisme hari ini sedang menebarkan virus-virusnya ke dunia pendidikan,setalah sebelumnya hanya menyebarkan danmelebarkan sayapnya hanya didunia.

hal ini dilihat dari nilai-nilai keislaman yang setengahnya didominasi oleh nilai pendidikan. pendidikan adalah jantung dari nilai keislaman dalam arti konsepdan pengaruhnya berakar dari pendidikan,sendi-sendi kehidupa juga berasal dari pendidikan.

Maka, hal inilah yang menjadi alasan kaum liberalis harus meliberalisasi dunia pendidikan. Bukan hal baru yang tumbuh di lembaga pendidikan dan lembaga pendidikan agama Islam. Sejak awal munculnya, berbagai kasus pemikiran dan perilaku nyeleneh yang terjadi ternyata tidak terlepas dari westrenisasi ke negeri Islam yang dipromotori oleh Amerika, Inggris, dan negara-negara sekutunya.

Barat dan kapitalis menggencarkan agenda-agenda ke negara target maupun ke lembaga-lembaga pendidikan dan lembaga pendidikan Islam. Hal ini bertujuan agar terciptanya pendidikan yang bebas dan cepat demi tercapaimya tujuan bersama. Ini terjadi karena Barat tidak ingin pendidikan Islam muncul lagi ke peradaban manusia serta menghambat tegaknya syariat Islam di dunia.

Liberalisasi Pendidikan di Indonesia

Di Indonesia, liberalisasi pendidikan juga masuk karena adanya kerja sama dengan organisasi besar yang membuat Indonesia mengeluarkan peraturan-peraturan yang merugikan kepentingan pendidikan. Karena secara khusus, Pemerintah Indonesia sebagai negara anggota pendiri WTO kemudian dengan segera melakukan ratifikasi atas seluruh kebijakan dalam WTO dengan menerbitkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994, tanggal 2 November 1994, tentang pengesahan “Agreement Establishing the World Trade Organization”.

Pada 2001, Pemerintah Indonesia kembali meratifikasi kesepakatan internasional, yakni kesepakatan bersama tentang perdagangan jasa (General Agreement On Trade And Service/GATS) dari Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Orgnization/WTO). Dalam perjanjian itu, pendidikan dijadikan sebagai salah satu dari 12 komoditas (barang dagangan).

Dengan demikian, para investor bisa menanamkan modalnya di sektor pendidikan, terutama untuk pendidikan tinggi. Kesepakatan inilah yang kemudian menjadi cikal bakal lahirnya berbagai kebijakan undang-undang di sektor pendidikan yang jauh dari kebutuhan rakyat Indonesia, seperti  UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan UU Badan Hukum Pendidikan (BHP) yang dicabut oleh Mahkamah Konstitusi pada 30 Maret 2010.

Paradigma Liberalisasi Pendidikan

Adapun macam macam bentuk dari liberalisasi itu dibagi menjadi tiga, hal ini diartikan dari sudut pandang liberal dalam pembentukan liberalisasi pendidikan, yaitu liberalisme pendidikan, liberalasionisme pendidikan, dan anarkisme pendidikan.

Liberalisme pendidikan mempunyai arti perjuangan untuk mendapatkan kebebasan. Namun, pendapat lain mengasumsikan bahwa liberalisme mengedepankan konsep pemikiran, akal, dan pendapat. Liberalisme mempunyai tiga asas utama, yaitu kebebasan, individualisme, dan rasionalis (yang mendewakan akal).

Secara universal, menurut Hasan, pendidikan dibagi menjadi dua bagian, yaitu pendidikan sebagai proses pembentukan pewarisan penerusan dan inkulturasi dan sosialisasi perilaku sosial dan individu yang telah menjadi model panutan masyarakat secara baku. Di bagian kedua, menurut dia, pendidikan adalah upaya dalam fasilitas pengaktualisasian agar terciptanya situasi dan perkembangan lingkungan agar anak bisa tumbuh dan berkembang sesuai tantangan zaman yang bertujuan agar anak bisa survive.

Liberalime pendidikan memiliki tiga corak utama, yaitu liberalisme metodisme, yaitu bersifat nonideologis dan memusatkan dengan cara-cara baru dan cara-cara yang sudah diperbaiki agar tercapainya tujuan-tujuan baru untuk tercapainya pendidikan yang ada sekarang; liberalisme direktif (liberalisme terstruktur), pada dasarnya liberalisme direktif menginginkan pembaharuan dan kerja-kerja yang baru untuk menciptakan dan sekaligus dalam cara kerja sekolah sekolah yang ada sekarang; dan liberalisme nondirektif.

Kaum liberalis nondirektif sepakat dalam proses pendidikan memerlukan pandangan-pandangan dan cara-cara pelaksanaan pendidikan perlu diarahkan secara radikal. Dan, orientasi otoritarian tradisional ke arah sasaran pendidikan yang mengajar ke peserta didik untuk memecahkan kasus-kasus sendiri secara efektif.

Liberalisasi Lembaga Pendidikan Islam

Ini yang sedang dibangun untuk menciptakan kebebasan di dalam dunia pendidikan, sehingga berimbas pada tidak adanya nilai-nilai Islam yang masuk dan berkembang dalam pendidikan. Corak-corak seperti ini sangat bertentangan dengan sistem yang dibangun oleh pendidikan Islam.

Padahal, tujuan pendidikan (maqashid  al-tarbiyah) dalam Islam mengacu pada tujuan umum (ams) yang mengarah kepada tujuan akhir (goals) melalui tujuan antara (objectives). Tujuan pendidikan Islam bertitik tolak dari konsep penciptaan manusia sebagai khalifah dan fitrah manusia.

Manusia dalam Al-Qur’an menempati posisi yang sangat istimewa karena ia diciptakan oleh Allah SWT sebagai khalifatan fil’ardhi (wakil Tuhan di muka bumi) dengan tugas dan fungsi untuk ibadah hanya kepada-Nya. Fungsi-fungsi tersebut yang tidak diamini dan merusak proses pendidikan keagamaan dan akan memisahkan tujuan dan fitrah manusia.

Dengan serangan-serangan seperti ini, akan terjadi kesemrawutan sistem keagamaan. Terlebih, adanya doktrin yang menjauhkan dunia dengan agama, ini menambah daftar masalah yang terjadi di dunia pendidikan.