Prahara sebuah tema yang diberikan oleh Kahlil Gibran dalam bukunya yang berjudul ”kematian sebuah bangsa” memberikan kita gagasan dan memaksa kita untuk meluangkan segenap waktu untuk memikirkan kebobrokan moral sebuah bangsa yang akan berdampak pada sebuah titik nadir. Dalam bagian prahara diceritakan bahwa Yusif el fahri yang berusia 30 tahun ia menarik diri dari kehidupan masyarakat ramai dan tinggal dalam sebuah pertapaan yang terasing di sekitar lembah Lebanon Utara.
Banyak orang kampung yang berspekulasi bahwa yusif gila dan sebagian berkata bahwa yusif bersal dari keluarga hartawan terpandang yang dikhianati oleh wanita yang dicintainya. Namun ada juga yang bercerita ia meninggalkan kehidupan kota agar ia bisa mencatat pikiran-pikirannya dan menyusun inspirasinya. Dia adalah seorang sufi yang puas dengan kehidupan batin.
Suatu hari dimusim gugur Kahlil Gibran berjalan-jalan diperbukitan yang berbatasan dengan pertapan yusif, seketika prahara mengantarkannya dalam sebuah goa yang ditinggali oleh yusif, ketika Kahlil mengetuk pintu ia melihat yusif memegang pada sebelah tangannya seekor burung yang sekarat kepalanya terluka dan sayapnya patah, yusif mulai menyentuh kepala burung itu dengan lembut dan sangat hati-hati namun Kahlil heran melihat dua sifat yang bersamaan dalam diri yusif sifat kejam dan sifat lemah lembut dan penuh kasih sayang sekaligus. Yusif memandang dengan serius kepada Kahlil dan mengatakan ‘’ aku ingin agar manusia memperlihatkan naluri burung, dan aku ingin agar prahara itu bisa mematahkan sayap-sayap manusia, karena manusia cenderung penakut dan pengecut dan begitu ia merasakan kebangkiitan prahara ia pun berangkat menuju goa untuk bersembunyi”
Memang benar apa yang dikatakan oleh yusif, Ingatkah saudara-saudaraku ketika demonstrasi penisataan agama yang dilakukan gubernur petahana, umat muslim di negeri kita tercinta bersatu dan meminta kepala Negara yang sangat dibanggakan dan dicintai sekaligus dibenci lantaran sifatnya yang tidak memiliki kejelasan dalam menjalankan perundang-undangan untuk turun dan diminta kejelasan mengenai hal itu, apa yang dilakukan oleh sang kepala Negara itu tidaklah bijaksana dan tidak kesatria, ia tidak memunculkan batang hidungnya sekalipun dalam demonstrasi pada waktu itu dan meminta wakilnya untuk turun, ia telah mencerminkan ketakutan dan ketidak bijaksanaannya dalam hal ini, bukankah ia tidak lebih gagah dari seekor burung dalam cerita Kahlil Gibran?
Kahlil dalam bukunya pun mengatakan ‘’ ya, burung-burung memiliki kehormatan dan keberanian yang tak dimiliki manusia yang hidup dalam bayang-bayang hukum dan adat yang dibuat dan dibentuk dirinya sendiri tetapi burung-burung hidup dalam hukum keabadian dan menyebabkan bumi mencari jalannya yang teguh diseputar matahari, yusif menyahut jika anda menempatkan kepercayaan pada kata-katamu sendiri anda harus meninggalkan peradaban beserta hukum-hukum dan tradisi yang menyimpang dan hiduplah seperti burung dalam sebuah tempat yang kosong dari segalanya kecuali hukum yang sempurna dari langit dan bumi.
Percaya adalah suatu hal yang bagus tetapi menempatkan kepercayaan dalam pelaksanaan adalah suatu ujian kekuatan, Kahlil mengatan bahwa’’ banyak orang berbicara bagai gemuruh laut namun hidup mereka dangkal bagai rawa-rawa busuk. Dan banyak orang mengangkat kepala mereka diatas puncak-puncak gunung tetapi jiwa mereka terlelap dalam keremangan goa raksasa’’
Inilah gambaran negeriku, dinegeriku sangat banyak orang-orang yang demikian, bahkan tidak jarang sang penguasa yang duduk di singgahsana berperilaku demikian, ia yang duduk disana berbicara bagai gemuruh dilaut dan mengobral janji komitmen dan setia terhadap kaum proletar, ia menggilas kaum bawah dengan tamak dan jahat, bahwa sangat benar apabila yusif tidak mempercayai orang-orang ini yang di tulis dalam bukunya Kahlil Gibran yang bunyinya ‘’ aku meninggalkan peradaban karena roda jiwaku berputar menggilas dengan kasar roda-roda jiwa yang lain yang berputar menuju arah yang berlawanan. Aku meninggalkan peradaban karena aku tahu ia adalah sebuah pohon tua yang rusak, kuat dan mengerikan yang akar-akarnya terpendam dalam kesuraman bumi dan dahan-dahannya menggapai mega, namun bunga-bunganya adalah ketamakan, kejahatan dan penganiayaan, dan buahnya adalah kesengsaraan, penderitaan dan ketakutan’’.
Lebih tegas lagi dan lantang yusif mengatakan ‘’ aku mencari kesunyian untuk menyembunyikan diri dari orang-orang yang memuaskan diri sendiri yang melihat hantu ilmu pengetahuan dan dalam mimpi-mimpi mereka, mereka telah sampai tujuan, aku melarikan diri dari masyarakat demi menghindari orang-orang yang hanya melihat hantu kebenaran dalam kebangkitan mereka dan berteriak kepada dunia bahwa mereka telah memperoleh hakikat dengan sempurna, kutinggalkan dunia ramai dan mencari kesunyian karena aku telah bosan memberi penghormatan kepada orang-orang yang percaya bahwa kerendahan hati adalah semacam kelemahan dan kasih sayang adalah semacam sikap pengecut dan kecongkakan adalah bentuk kekuatan”.
Inilah bangsaku yang mati kesakitan dan kematian yang memalukan, inilah tragedi mendalam yang selalu bermain diatas panggung hati, sedikit orang yang mau menyaksikan drama ini, karena bangsaku seperti burung yang sayapnya telah patah dan tinggal oleh kawanannya.
Bangsaku penuh dengan orang-orang tamak dan orang yang tidak memiliki syukur atas nikmat dari Tuhannya, digambarkan oleh Kahlil Gibran dengan sebuah bunga violet yang iri pada mawar, violet meminta kepada dewa agar mengubah dirinya menjadi mawar, akhirnya alam meregangkan jari jemari misterius dan magisnya, dan menyentuh akar-akar violet dengan serta merta menjadi setangkai mawar yang tinggi.
Pada senja hari langit menjadi tebal dan menjadi hitam, elemen-elemenm yang tinggi terganggu keberadaanya oleh Guntur dan menyerang tanaman-tanaman itu, prahara mencabik dahan-dahan dan menumbangkan tanaman serta mematahkan tangkai-tangkai yang tinggi, seraya mengadahkan kepalanhya dan memandang tragedi yang menimpa bunga-bunga dan pepohonan salah satu dari gadis violet tersenyum dan menyeru pada teman-temannya berkata “ saksikanlah apa yang telah dilakukan prahara terhadap bunga-bunga angkuh itu”, violet yang lain berkata “kita memang kecil dan tinggal berdekatan dengan bumi tapi kita selamat dari kemarahan langit”, mudah-mudahan pemimpin kita hari ini tidak angkuh dan tidak tamak atas apa yang diberikan kepadanya, semoga alam tidak mengamuk atas kecerobohan manusia yang penuh dengan sifat bodoh namun tetap menjulangkan kepalanya keatas langit, beridiri diatas gunung dan menolak pendapat rakyat seolah ia yang paling benar, semoga alam mengampuni dan tidak meludahi mulut kotor yang penuh janji atas kesehjateran rakyat dan otak kosong orang-orang angkuh ini.
Octavianes Ryan
Rabu, 15 Februari 2017