Notulensi Diskusi Pojok Hukum (Omnibuslaw: Masa Depan Ekologi dan Buruh)
Oleh: Yamanan | Pemateri: Berlian Gemma Putra |
Masa depan buruh dan ekologi saat ini sangat terancam mengingat wacana yang dilakukan oleh pemerintah untuk membuat undang-undang sejagat atau payung hukum dari segala hukum atau sekarang di sebut omnibuslaw.
Omnibuslaw adalah sistem hukum yang menggabungkan beberapa undang-undang atau yang mencakup lebih dari satu aspek yang di gabungkan menjadi satu undang-undang. Lalu, apa yang menjadi masalah terutama buruh dan ekologi?
Jika proyek besar omnibuslaw yang sedang di kerjakan oleh pemerintah terutama omnibuslaw cipta lapangan kerja (cilaka) yang sekarang namanya di ubah menjadi cipta kerja padahal substansinya sama kemudian disahkan menjadi undang-undang akan menjadikan masa depan buruh dan ekologi suram bahkan tidak mempunyai masa depan. Hal ini tidaklah tanpa alasan, mengingat banyak sekali masalah yang terdapat di dalam penyusunan omnibuslaw cilaka ini. Apa yang menjadi permasalahan dalam pembentukan omnibuslaw cilaka ini yang di bahas dalam diskusi pojok hukum pada hari jum’at tanggal 21 Februari 2020 dengan tema “Omnibuslaw: Masa depan ekologi dan buruh”.
Diskusi pojok hukum dengan tema ini di pantik oleh Bung Muslich Bahaomed dari Front Nahdiyyin untuk kedaulatan sumber daya agrarian (FNKSDA). Diskusi ini di buka dan di pandu oleh kader Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah yang bernama Andika.
Omnibuslaw memang menjadi tema yang menarik untuk di angkat dan didiskusikan mengingat pentingnya membangunkan kesadaran mahasiswa untuk dapat melihat dan membaca permaalahan yang sedang terjadi di Indonesia apalagi permasalahan omnibuslaw ini adalah permasalahan yang meluas dan berdampak jangka panjang jika omnibuslaw cilaka ini di sahkan menjadi undang-undang dan mengikat semua warga negara Indonesia, karena yang berdampak bukan hanya masyarakat yang sekarang menjadi buruh saja tapi juga mungkin kita yang nanti akan menjadi buruh.
Sebelum di sebutkan apa yang menjadi point-point pembahasan, agar berbeda dengan yang lain maka pada tulisan kali ini akan di sampaikan kesimpulan sebelum pembahasan. Kesimpulan nya adalah TOLAK OMNIBUSLAW.
Saat ini draft dan naskah akademik dari Omnibuslaw cilaka masih simpang siur, namun hal ini dapat di pastikan bahwa draft dan naskah akademik yang beredar saat ini adalah valid jika melihat pernyataan-pernyataan yang di sampaikan oleh menteri-menteri dari kabinet jokowi.
Penolakan terhadap omnibuslaw terutama omnibuslaw cilaka bukan tanpa alasan tapi sangat beralasan karena omnibuslaw cilaka mengancam keberlangsungan ekologi dan buruh, mengapa demikian? Omnibuslaw ini adalah produk hukum yang sengaja di susun untuk menarik investari dari investor luar negeri yang menurut pemerintah dengan memangkas kebijakan akan menarik investor untuk masuk ke Indonesia karena pertumbuhan ekonomi yang tidak pernah menyentuh 6% membuat pemerintah gerah sehingga menghalalkan berbagai cara untuk menarik investasi dari luar ke dalam negeri salah satunya adalah dengan membuat proyek hukum omnibuslaw ini.
Dalam omnibuslaw cilaka nasib buruh dan ekologi di pertaruhkan dimana buruh akan kehilangan banyak hak nya, seperti pesangon karena pesangon hanya dapat di berikan kepada buruh yang sudah bekerja selama minimal 1 tahun. Secara normatif hal ini memang tidak ada masalah mengingat buruh masih dapat mendapatkan pesangon tapi secara praktiknya nanti hal ini tidak seperti yang kita bayangkan karena setiap perusahaan dapat merekrut dan mengkontrak para pekerja sesuai dengan kehendak perusahaan, karena perusahaan di bebaskan akan hal ini akan berdampak pada tidak ada pekerja yang akan di menjadi pegawai tetap atau bahasa hukum nya adalah perjanjian kerja waktu tidak tertentu (PKWTT) akan menjadi perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) sehingga sangat sulit untuk menjadi pekerja tetap atau setidaknya mencapai waktu kerja 1 tahun. Jadi bisa di bayangkan apa yang akan terjadi, dan ini hanya satu permasalahan yang akan di alami oleh buruh.
Selajutnya adalah dihapuskannya upah minimum kabupaten/kota (UMK) menjadi upah minimum provinsi yang senyatanya adalah upah minimum provinsi jauh lebih kecil dari pada upah minimum kabupaten/kota karena memang upah minimum kabupaten/kota harus lebih tinggi dari upah minimum provinsi padahal secara normative tidak boleh upah pekerja itu berjalan menurun atau mengecil tapi jika upah minimum kabupaten/kota di hapuskan selain dihapuskannya upah minimum kota sistem pengupahan baru yang di atur dalam omnibuslaw ciaka ini adalah dengan sistem pengupahan perjam kerja bukan dengan sistem bulanan seperti yang terjadi saat ini, apa dampaknya? Ketika di gaji selama 1 bulan kerja dan kita mengambil hak cuti, maka gaji kita akan tetap 1 bulan gaji tapi berbeda dengan sistem gaji perjam kerja, semakin sedikit kita bekerja maka akan semakin dikit pula gaji atau upah yang akan kita terima. Dan masih ada banyak lagi masalah yang akan menimpa buruh jika omnibuslaw cilaka ini di sahkan menjadi undang-undang, alasan yang lain bisa para pembaca kaji lebih dalam agar tidak melulu mengkonsumsi kajian orang lain atau organisasi lain seperti yang disampaikan bung muchlis ketika diskusi.
Masalah ekologi adalah masalah yang menarik untuk di bahas juga dalam omnibuslaw cilaka karena masalah ekologi ini adalah masalah yang cukup serius karena seperti yang di jelaskan di awal bahwa tujuan omnibuslaw ini adalah untuk menarik investasi tapi karakter dari investor yang bersifat atau berpaham kapitalime tidak pernah mementingkan alam yang berkelanjutan tapi sifat dan karakter kapitalisme adalah mengeksploitasi dengan modal sekecil mungkin tapi mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya. Hal ini dapat di lihat dari wacana dihapuskanya ijin AMDAL dan IMB oleh pemerintah melalui omnibuslaw. Amdal adalah salah satu parameter atau indikator atas dampak yang di timbulkan dari suatu hal yang berkaitan dengan sumber daya alam, bayangkan saja ketika aturan itu ada pun banyak sekali pelanggaran yang di timbulkan yang berdampak pada rusaknya alam karena eksploitasi atas sumber daya alam tersebut apalagi peraturan amdal itu di hilangkan, tidak terbayangkan apa yang akan terjadi kemudian atas masa depan alam dan keberlangsungan ekologi apalagi di dukung dengan penghapusan sanksi pidana bagi perusahaan yang merusak alam dengan hanya di berikan sanksi administrasi saja. Dan yang menjadi pertanyaan, apakah kita masih akan terus diam?