7 Menit Lebih Dekat Dengan Al-Kindi
Grisda Lediyoung Lay
Al-Kindi, nama lengkapnya Abdul Yusuf Ya’qub bin Ishaq bin Ash-Shabah bin ‘Imran bin Isma’il bin Muhammad bin al-Asy’ats bin Qais al-Kindi. Al-Kindi dilahirkan di Kufah sekitar tahun 185 H (801 M) dari keluarga kaya dan terhormat. Ia berasal dari kabilah kindah, termasuk kabilah terpandang di kalangan masyarakat Arab dan bermukim di daerah Yaman dan Hijaz. Setelah dewasa al-Kindi pergi ke Baghdad dan mendapat perlindungan dari khalifah al- Ma’mun (813-833 H) dan khalifah al-Mu’tasim (833-842 H). Al-Kindi menganut paham Mu’tazilah dan kemudian belajar filsafat. Selain belajar filsafat ia juga menekuni dan ahli dalam bidang ilmu astronomi, ilmu ukur, ilmu alam astrologi, ilmu pasti, ilmu seni musik, meteorologi, optika, kedokteran, politik dan matematika. Penguasaanya terhadap filasafat dan disiplin ilmu lainnya telah menempatkan ia menjadi orang Islam pertama yang berkebangsaan Arab dalam jajaran para filosof terkemuka. Karena itu pula dinilai pantas dalam menyadang gelar Failasuf al-‘Arab(filosof berkebangsaan Arab).
Untuk mengalih bahasakan istilah-istilah filosofis dan ilmiah tertentu yang ia tentukan dalam karya karya asing, ia menciptakan kata-kata baru dalam bahasa Arab. Seperti jirm untuk tubuh, thinah untuk materi al-tawahum untuk imajinasi dan lain-lain. Ia memiliki sekitar 270 dalam berbagai bidang ilmu yang dikenal pada masanya, seperti geometrik, musik, astronomi, parmakologi, meteorologi, kimia, kedokteran dan polomika. la juga menulis semua cabang ilmu filsafat, seperti logika, fisika, metafisika, psikologi dan etika.
Di dalam menulis karya-karya tersebut, pertama ia menjelaskan sejelas mungkin pandangan-pandangan para pendahulunya kemudian merevisi dan kemudian mengembangkannya sesuai dengan kepentingan-kepentingan baru.
Karya-karya al-Kindi yang berjumlah sekitar 270 buah, tersebar di belahan dunia Islam, akan tetapi, banyak berupa risalah-risalah pendek dalam bidang filsafat, antara lain sebagai berikut:
1. Fi al-falsafah al-ula (filsafat pertama)
2. Risalah al-Hikmiyah fi Asrar al-Ruhaniyah (sebuah tulisan filosofis tentang rahasia spritual).
3. Risalah fi Hudud al-Asyya wa Rusumiha (defenisi bendy-bendy uraiannya)
4. Fi Ma’iyah al-Ilmu wa al-Aqsami (filsafat ilmu pengetahuan dan klasifikasinya)
Mengenai kematiannya tidak ada kepastian, L, Musognon mengatakan ia wafat
sekitar 245 H (860 M). Sedangkan C. Laninno menduga tahun wafat al-Kindi
sekitar (w. 26o H/873 M). Adapun Mustafa Abdul Raziq mantan Rektor at-Azhar mengatakan
tahun (252 H/866 M)
POKOK-POKOK PEMIKIRAN AL-KINDI
Al-Kindi mengemukakan pokok-pokok pemikiran filsafat dalam berbagai aspek antara lain:
- Pemaduan Filsafat dan Agama
Al-Kindi orang Islam yang pertama meretas jalan mengupayakan pemaduan antara filasafat dan agama atau antara akal dan wahyu. Menurutnya antara keduanya tidak bertentangan karena masing-masing keduanya adalah ilmu tentang kebenaran. Sedangkan kebenaran itu satu tidak banyak. Ilmu filasafat meliputi ketuhanan, keesan-Nya, dan keutamaan serta ilmu-ilmu lain yang mengajarkan bagaimana jalan memperoleh apa-apa yang bermanfaat dan menjauhkan dari apa-apa yang mudarat. Hal seperti ini juga dibawa oleh para rasul Allah dan juga mereka menetapkan keesaan Allah dan memastikan keutamaan yang diridhai-Nya.
Bertemunya filsafat dan agama dalam kebenaran dan kebaikan sekaligus menjadi tujuan dari keduanya. Agama di samping wahyu mempergunakan akal dan filsafat juga mempergunakan akal. Yang benar pertama menurut al-Kindi adalah Tuhan.
Dengan demikian, orang yang menolak filsafat, maka orang tersebut menurut al-Kindi telah mengingkari kebenaran, menolaknya berarti ia “kafir” padahal kita harus menyambut kebenaran dari mana pun datangnya, sebab tiada yang lebih berharga bagi pencari kebenaran, kecuali kebenaran itu sendiri.
Adanya golongan menolak filsafat alas dasar tidak mau menerima ta’wil, padahal menurut al-Kindi, itu tidak boleh dijadikan alasan, sebab al-Qur’an adalah bahasa Arab dan bahasa Arab memilih 2 macam, pertama makna hakiki dan kedua adalah makna majazi.
AI-Kindi juga mengacu pada al-Qur’an yang banyak menyuruh meneliti penomana yang banyak terjadi dalam alam, misalnya dalam (Qs. al-Gasyiah ayat 17 sampai 20 (32): 4). Artinya: Maka apakah tidak memperhatikan bagaimana unta diciptakan, langit bagaimana ditinggikan, gunung-gunung bagaimana ditegakkan, bumi bagaimana, dihamparkan.
Dan firman Allah yang berbunyi dalani surah al-Araf ayat185 : “Dan apakah mereka tidak memperhatikan kerajaan langit dan bumi dan segala sesuatu yang diciptakan Allah, dan kemungkinan telah dekatnya kebinasaan mereka? Maka kepada berita manakah lagi mereka akan beriman selain kepada .M Qur’an itu?”
Ayat-ayat itu menunjukkan, kepada kita, agar berfilsafat, mengamati fenomena alam, sehingga manusia semakin sadar terhadap kebenaran Tuhan. Namun demikian tidak bisa dipungkiri perbedaan di antara keduanya, sebagaimana dijelaskan al-Kindi dalam karyanya Kammiyah Kutub Aristoteles, sebagaimana. berikut:
- FIISAFAT
– Himaniora[14] yang dicapai oleh filsafat dengan berfikir, belajar.
– Jawaban filsafat memerlukan pemikiran dan perenungan.
– Menggunakan metode logika
– Ilmu insaniyah
- AGAMA
– Ilmu ketuhanan yang menempati tingkat tertinggi, karma di peroleh tanpa proses belajar, dan hanya diterima secara langsung para Rasul dalam bentuk wahyu.
– Jawaban a1-Qur’an meyakinkan secara mutlak.
– Pendekatan keyakinan.
– Ilmu Ilahiyah.
Berdasarkan skema diatas, dapat disimpulkan bahwa al-Kindi menganut rasionalisme, tetapi tetap memposisikan agama sebagai kebenaran tertinggi. Kesesuaian antara filsafat dan agama di dasarkan pada tiga alasan, sebagai berikut.
Pertama : Ilmu agama merupakan bagian dari ilmu filsafat.
Kedua : Wahyu yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw, dan kebenaran filsafat saing berkesesuaian.
Ketiga : Menurut ilmu secara logika diperintahkan dalam at-Qur’an.
Atas dasar inilah Al-Kindi telah membuka pintu tentang penafsiran filosofis terhadap al-Qur’an, sehingga terjadi persesuaian antara agama dan filsafat.
- Filsafat Ketuhanan
Bagi al-Kindi, Tuhan adalah wujud yang sempurna dan tidak didahului wujud yang lain. Hal ini ditegaskan dalam al-Qur’an dengan firman-Nya, Wujud-Nya tidak berakhir, sedangkan wujud yang lain disebabkan wujud-Nya. Tuhan adalah yang Maha Esa yang tidak dapat dibagi-bagi dan tidak ada zat yang menyamainya dalam segala aspek Ia tidak melahirkan dan tidak pula dilahirkan.
Tuhan dalam filsafat al-Kindi, tidak mempunyai hakikat dalam arti ainiah (jus’I) atau mahiyah (universal). tidak ainiyah karma Tuhan tidak termasuk benda-benda yang ada dalam alam. Bahkan Ia pencipta alam. Tuhan tidak tersusun dari materi dan bentuk. Juga Tuhan tidak mempunyai hakikat dalam bentuk mahiyah, karma Tuhan bukan merupakan jenis, atau species, Tuhan hanya satu.
Tuhan adalah unik, Ia adalah al-Haq al-Awwal dan Ia semata-mata satu. Lebih lanjut dikemukakan dalam bukunya “al-Sinaat al-Uzma, bahwa Allah Maha terpuji, Dia adalah penyebab bab gerak yang abadi (Qadim), maka ia tidak dapat dilihat dan tak bergerak penyebab gerak tanpa menggerakkan dirinya, inilah gambarannya bagi yang memahaminya Lewat kata-kata sederhana: Ia Tunggal sehingga tidak dapat dipecah-pecah, Ia menjadi tunggal, dan Ia tak terlihat, karena Ia tidak tersusun dan tak ada susunan baginya tetapi sesungguhnya ia terpisah dari segala yang dapat dilihat, karena, Ia penyebab gerak segala yang dapat dilihat.
Al-Kindi membuat istilah-istilah baru: Tuhan Maha Besar, la Maha tinggi, ia bukan materi, tak berbentuk, tak berjumlah, tak berhubungan, juga tidak dapat disifati dengan ciri-ciri yang ada (al-ma’qulat). Ia abadi. oleh karena itu, Ia Maha Esa (al-Wahdah).
Argumen-argumen al-Kindi tentang kemaujudan Tuhan betumpuh pada keyakinan sebab akibat, segala yang maujud pasti ada yang menyebabkan kemaujudannya, hanya rangkaian- sebab itu terbatas akibatnya, ada sebab pertama atau sebab sejati yaitu Tuhan
Dalil-dalil lain tentang adanya Tuhan adalah dunia mulanya tak maujud, oleh karenanya pasti butuh satu pencipta. Segala ciptaan tak abadi, hanya Tuhanlah sendiri yang abadi. Hal ini menunjukkan bahwa segala hal itu berproses. Demikian pula dunia secara keseluruhan tak abadi karma mereka terbatas dan tercipta, segala yang terbatas dengan ruang dell waktu adalah tak abadi.
Jadi, dunia (alam) ini baharu sebagaimana pendapat para mutakallimun, hanya saja perbedaannya adalah dari segi kandungan dalilnya. Oleh karena itu, timbul pertanyaan apakah mungkin sesuatu dalam kenyataan ini menjadi sebab bagi dirinya atau tidak,? Al-Kindi menjawab tentu tidak mungkin, karena sesuatu yang ada dalam alam ini sebab padanya. Olehnya itu, alam ini ada permasalahannya baik dari segi gerak maupun dari segi waktu. Pencipta itu tidaklah banyak melainkan Maha Esa, tidak terbilang, Dialah yang langsung karena ia tidak berubah.
- Filsafat Jiwa/al-Nafs
Dalam Islam, persoalan jiwa, (roh) pada dasarnya tidak dianggap satu persoalan yang perlu lagi dipersoalkan, karena ayat-ayat al-Qur’an dan hadits Nabi telah memberikan pernyataan bahwa persoalan roh adalah urusan Tuhan, bukan urusan manusia.
Menurut al-Kindi, roh itu tidak tersusun, mempunyai arti panting, sempurna dan mulia. Substansi roh berasal dari subtansi Tuhan, Hubungan roh dan Tuhan sebagaimana dengan hubungan cahaya dan matahari.
Selain itu, jiwa bersifat spritual, ilahiyah, terpisah dan berbeda dengan Tuhan. Tubuh mempunyai hawa nafsu, dan sifat pemarah sedangkan roh menentang hawa nafsu. Jadi roh adalah merupakan sosial kontrol terhadap tubuh. Tubuh akan binasa tanpa roh.
Dengan roh pulalah manusia memperoleh pengetahuan yang sebenarnya. Roh bersifat kekal dan tidak hancur, sebagaimana hancurnya badan kalau meninggal, karena substansinya berasal dari Tuhan. Merupakan cahaya yang dipancarkan oleh Tuhan.
Selama di dalam badan roh tidak memperoleh ketenangan yang sebenarnya dan pengetahuannya tidak sempurna. Hanya setelah bercerai dengan badan roh memperoleh kesenangan yang sebenarnya dalam bentuk pengetahuan yang sempurna. Setelah bercerai dengan badan roh pergi ke alam kebenaran, alam akal di dalam lingkungan cahaya Tuhan, dekat dengan Tuhan dan dapat melihat Tuhan Di sinilah kesenangan abadi dari roh.
Al-Kindi berpendapat bahwa jiwa mempunyai 3 daya, yakni:
1. Daya bernafsu
2. Daya pemarah
3. Daya berfikir
Daya berfikir ini disebut dengan akal, bagi al-Kindi akal terbagi atas tiga bagian sebagai berikut:
a. Akal bersifat potensial
b. Akal yang keluar dari akal yang potensial
c. Akal yang telah mencapai tingkat kedua dari aktualitas
Akal yang bersifat potensial, tidak dapat keluar menjadi aktual jika tidak ada kekuatan yang menggerakkannya dari luar, olehnya itu al-Kindi menambah satu macam akal yang memiliki wujud di luar wujud manusia yang bernama akal yang selamanya dalam aktualitas yang membuat akal menjadi potensial dalam roh manusia menjadi aktuil.
Menurut dugaan saya, mungkin inilah yang disebut akal yang tak terbatas. Hal ini sejalan dengan pendapat Aristoteles yang membedakan menjadi dua macam akal yakni akal mungkin dan akal agen. Akal mungkin itulah yang menerima pikiran. Sedangkan akal agen menghasilkan obyek-obyek pemikiran. Akal agen ini selalu aktual, dan selalu tersendiri, kekal dan tak rusak.
Menurut syayyid Syarif akal itu ada disebut juga (intelak pertama), hakikat Muhammadiyah, nafs wahidah, hakikat asmaiyyah yang identik dengan eksistensi pertama yang diciptakan Allah yang, dinamakan (khalifah terbesar) atau inti cahaya, intinya merupakan wahana penampakan zat. Sedangkan cahayanya penammpakan pada umumnya. Yang intinya dinamakan (nafs wahidah) cahayanya dinamakan intelak pertama.
Dan rupanya teori tentang nafs/jiwa masih belum tuntas karena filosof di belakang al-Kindi masih mempersoalkan. Dan yang terpenting menurut al-Kindi bagaimana menyempurnakan jiwa untuk memperoleh kebahagian tertinggi.
KESIMPULAN
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis dapat menarik suatu kesimpulan sebagai berikut:
- Al-Kindi adalah seorang filosof muslim Yang pertama, (185 H.) yang meninggalkan 270 buah buku. Sekaligus dikenal sebagai filosof yang mengkompromikan Agama dan filsafat. Menurutnya bahwa Agama dan Filsafat tidaklah mungkin bertentangan, karena keduanya berasal dari Allah. Al-Qur’an sudah jelas kebenarannya secara langsung sebagai wahyu melalui Rasul-rasulnya, dan filsafat adalah hash dari upaya penghinaan akal secara maksimal sebagai potensi yang tidak dimiliki oleh makhluk lain. Jadi, apa yang dihasilkan oleh filsafat adalah kebenaran yang tidak bertentangan dengan Agama, selain itu, Allah telah menganjurkan kepada manusia untuk selalu menggunakan akalnya dalam mengamati fenomena alam, karena seseorang yang mampu menggunakan akalnya, pasti akan menemukan kekuasaan Allah yang sangat besar melalui alam ini.
- Dalam filsafat ketuhanan al-Kindi, dijelaskan bahwa Tuhan adalah wujud yang sempurna dan tidak didahului wujud apapun. Pada hakikatnya pandangan ini, dianut semua. para filosof muslim sebelum dan sesudahnya. Namun ada penjelasan al-Kindi yang menarik dalam menjelaskan tentang wujud Tuhan. Menurutnya, Tuhan tidak mempunyai hakikat dalam arti ainiah atau mahiyah (universal). Tuhan tidak ainiyah, karena Ia tidak termasuk bends yang tersusun, bahkan Ia penyebab adanya benda. Tuhan tidak mempunyai hakikat dalam bentuk mahiyah, karena Tuhan bukan jenis atau species. Tuhan hanya satu dan tidak ada yang serupa dengannya. Tuhan adalah al-Haq al-Awwal dan Ia semata-mata satu.
- Filsafat jiwa pada dasarnya tidak terlalu jauh memberikan komentar, karena ia mengacu pada firman Allah yang mengatakan bahwa “roh adalah urusan Tuhan”. Namun al-Kindi menjelaskan bahwa roh itu, sempurna dan mulia, karena rah adalah substansi Tuhan. Selanjutnya Al-Kindi menganalogikan hubungan Tuhan dengan roh dengan mengatakan bahwa Tuhan dengan roh adalah dengan hubungan matahari dengan cahayanya. Roh juga pada hakikatnya kekal dan tidak hancur, karena ia adalah cahaya yang dipancarkan oleh Allah.