Bulan: Februari 2019

7 Menit Lebih Dekat Dengan Al-Kindi

7 Menit Lebih Dekat Dengan Al-Kindi

Grisda Lediyoung Lay

Al-Kindi, nama lengkapnya Abdul Yusuf Ya’qub bin Ishaq bin Ash-Shabah bin ‘Imran bin Isma’il bin Muhammad bin al-Asy’ats bin Qais al-Kindi. Al-Kindi dilahirkan di Kufah sekitar tahun 185 H (801 M) dari keluarga kaya dan terhormat. Ia berasal dari kabilah kindah, termasuk kabilah terpandang di kalangan masyarakat Arab dan  bermukim di daerah Yaman dan Hijaz. Setelah dewasa al-Kindi pergi ke Baghdad dan mendapat perlindungan dari khalifah al- Ma’mun (813-833 H) dan khalifah al-Mu’tasim (833-842 H). Al-Kindi menganut paham Mu’tazilah dan kemudian belajar filsafat. Selain belajar filsafat ia juga menekuni dan ahli dalam bidang ilmu astronomi, ilmu ukur, ilmu alam astrologi, ilmu pasti, ilmu seni musik, meteorologi, optika, kedokteran, politik dan matematika. Penguasaanya terhadap filasafat dan disiplin ilmu lainnya telah menempatkan ia menjadi orang Islam pertama yang berkebangsaan Arab dalam jajaran para filosof  terkemuka. Karena itu pula dinilai pantas dalam menyadang gelar Failasuf al-‘Arab(filosof berkebangsaan Arab).

Untuk mengalih bahasakan istilah-istilah filosofis dan ilmiah tertentu yang ia tentukan dalam karya­ karya asing, ia menciptakan kata-kata baru dalam bahasa Arab. Seperti jirm untuk tubuh, thinah untuk materi al-tawahum untuk imajinasi dan lain-lain. Ia memiliki sekitar 270 dalam berbagai bidang ilmu yang dikenal pada masanya, seperti geometrik, musik, astronomi, parmakologi, meteorologi, kimia, kedokteran dan polomika. la juga menulis semua cabang ilmu filsafat, seperti logika, fisika, metafisika, psikologi dan etika.

Di dalam menulis karya-karya tersebut, pertama ia menjelaskan sejelas mungkin pandangan-pandangan para pendahulunya kemudian merevisi dan kemudian mengembangkannya sesuai dengan kepentingan-­kepentingan baru.

Karya-karya al-Kindi yang berjumlah sekitar 270 buah, tersebar di belahan dunia Islam, akan tetapi, banyak berupa risalah-risalah pendek dalam bidang filsafat, antara lain sebagai berikut:

1. Fi al-falsafah al-ula (filsafat pertama)

2. Risalah al-Hikmiyah fi Asrar al-Ruhaniyah (sebuah tulisan filosofis tentang rahasia spritual).

3. Risalah fi Hudud al-Asyya wa Rusumiha (defenisi bendy-bendy uraiannya)

4. Fi Ma’iyah al-Ilmu wa al-Aqsami (filsafat ilmu pengetahuan dan klasifikasinya)

Mengenai kematiannya tidak ada kepastian, L, Musognon mengatakan ia wafat sekitar 245 H (860 M). Sedangkan C. Laninno menduga tahun wafat al-Kindi sekitar (w. 26o H/873 M). Adapun Mustafa Abdul Raziq mantan Rektor at­-Azhar mengatakan tahun (252 H/866 M)

POKOK-POKOK PEMIKIRAN AL-KINDI

Al-Kindi mengemukakan pokok-pokok pemikiran filsafat dalam berbagai aspek antara lain:

  1. Pemaduan Filsafat dan Agama

Al-Kindi orang Islam yang pertama meretas jalan mengupayakan pemaduan antara filasafat dan agama atau antara akal dan wahyu. Menurutnya antara keduanya tidak bertentangan karena masing-masing keduanya adalah ilmu tentang kebenaran. Sedangkan kebenaran itu satu tidak banyak. Ilmu filasafat meliputi ketuhanan, keesan-Nya, dan keutamaan serta ilmu-ilmu lain yang mengajarkan bagaimana jalan memperoleh apa-apa yang bermanfaat dan menjauhkan dari apa-apa yang mudarat. Hal seperti ini juga dibawa oleh para rasul Allah dan juga mereka menetapkan keesaan Allah dan memastikan keutamaan yang diridhai-Nya.

Bertemunya filsafat dan agama dalam kebenaran dan kebaikan sekaligus menjadi tujuan dari keduanya. Agama di samping wahyu mempergunakan akal dan filsafat juga mempergunakan akal. Yang benar pertama menurut al-Kindi adalah Tuhan.

Dengan demikian, orang yang menolak filsafat, maka orang tersebut menurut al-Kindi telah mengingkari kebenaran, menolaknya berarti ia “kafir” padahal kita harus menyambut kebenaran dari mana pun datangnya, sebab tiada yang lebih berharga bagi pencari kebenaran, kecuali kebenaran itu sendiri.

Adanya golongan menolak filsafat alas dasar tidak mau menerima ta’wil, padahal menurut al-Kindi, itu tidak boleh dijadikan alasan, sebab al-Qur’an adalah bahasa Arab dan bahasa Arab memilih 2 macam, pertama makna hakiki dan kedua adalah makna majazi.

AI-Kindi juga mengacu pada al-Qur’an yang banyak menyuruh meneliti penomana yang banyak terjadi dalam alam, misalnya dalam (Qs. al­-Gasyiah ayat 17 sampai 20 (32): 4). Artinya: Maka apakah tidak memperhatikan bagaimana unta diciptakan, langit bagaimana ditinggikan, gunung-gunung bagaimana ditegakkan, bumi bagaimana, dihamparkan.

Dan firman Allah yang berbunyi dalani surah al-Araf ayat185 : “Dan apakah mereka tidak memperhatikan kerajaan langit dan bumi dan segala sesuatu yang diciptakan Allah, dan kemungkinan telah dekatnya kebinasaan mereka? Maka kepada berita manakah lagi mereka akan beriman selain kepada .M Qur’an itu?”

Ayat-ayat itu menunjukkan, kepada kita, agar berfilsafat, mengamati fenomena alam, sehingga manusia semakin sadar terhadap kebenaran Tuhan. Namun demikian tidak bisa dipungkiri perbedaan di antara keduanya, sebagaimana dijelaskan al-Kindi dalam karyanya Kammiyah Kutub Aristoteles, sebagaimana. berikut:

  1. FIISAFAT 

– Himaniora[14] yang dicapai oleh filsafat dengan berfikir, belajar. 

– Jawaban filsafat memerlukan pemikiran dan perenungan. 

– Menggunakan metode logika 

– Ilmu insaniyah 

  • AGAMA 

– Ilmu ketuhanan yang menempati tingkat tertinggi, karma di peroleh tanpa proses belajar, dan hanya diterima secara langsung para Rasul dalam bentuk wahyu. 

– Jawaban a1-Qur’an meyakinkan secara mutlak. 

– Pendekatan keyakinan.

– Ilmu Ilahiyah. 

Berdasarkan skema diatas, dapat disimpulkan bahwa al-Kindi menganut rasionalisme, tetapi tetap memposisikan agama sebagai kebenaran tertinggi. Kesesuaian antara filsafat dan agama di dasarkan pada tiga alasan, sebagai berikut.

Pertama      : Ilmu agama merupakan bagian dari ilmu filsafat.

Kedua        : Wahyu yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw, dan kebenaran filsafat saing berkesesuaian.

Ketiga         : Menurut ilmu secara logika diperintahkan dalam at-Qur’an.

Atas dasar inilah Al-Kindi telah membuka pintu tentang penafsiran filosofis terhadap al-Qur’an, sehingga terjadi persesuaian antara agama dan filsafat.

  • Filsafat Ketuhanan

Bagi al-Kindi, Tuhan adalah wujud yang sempurna dan tidak didahului wujud yang lain. Hal ini ditegaskan dalam al-Qur’an dengan firman-Nya, Wujud-Nya tidak berakhir, sedangkan wujud yang lain disebabkan wujud-Nya. Tuhan adalah yang Maha Esa yang tidak dapat dibagi-bagi dan tidak ada zat yang menyamainya dalam segala aspek Ia tidak melahirkan dan tidak pula­ dilahirkan.

Tuhan dalam filsafat al-Kindi, tidak mempunyai hakikat dalam arti ainiah (jus’I) atau mahiyah (universal). tidak ainiyah karma Tuhan tidak termasuk benda-benda yang ada dalam alam. Bahkan Ia pencipta alam. Tuhan tidak tersusun dari materi dan bentuk. Juga Tuhan tidak mempunyai hakikat dalam bentuk mahiyah, karma Tuhan bukan merupakan jenis, atau species, Tuhan hanya satu.

Tuhan adalah unik, Ia adalah al-Haq al-Awwal dan Ia semata-mata satu. Lebih lanjut dikemukakan dalam bukunya “al-Sinaat al-Uzma, bahwa Allah Maha terpuji, Dia adalah penyebab bab gerak yang abadi (Qadim), maka ia tidak dapat dilihat dan tak bergerak penyebab gerak tanpa menggerakkan dirinya, inilah gambarannya bagi yang memahaminya Lewat kata-kata sederhana: Ia Tunggal sehingga tidak dapat dipecah-pecah, Ia menjadi tunggal, dan Ia tak terlihat, karena Ia tidak tersusun dan tak ada susunan baginya tetapi sesungguhnya ia terpisah dari segala yang dapat dilihat, karena, Ia penyebab gerak segala yang dapat dilihat.

Al-­Kindi membuat istilah-istilah baru: Tuhan Maha Besar, la Maha tinggi, ia bukan materi, tak berbentuk, tak berjumlah, tak berhubungan, juga tidak dapat disifati dengan ciri-ciri yang ada (al-ma’qulat). Ia abadi. oleh karena itu, Ia Maha Esa (al-Wahdah).

Argumen-argumen al-Kindi tentang kemaujudan Tuhan betumpuh pada keyakinan sebab akibat, segala yang maujud pasti ada yang menyebabkan kemaujudannya, hanya rangkaian- sebab itu terbatas akibatnya, ada sebab pertama atau sebab sejati yaitu Tuhan

Dalil-dalil lain tentang adanya Tuhan adalah dunia mulanya tak maujud, oleh karenanya pasti butuh satu pencipta. Segala ciptaan tak abadi, hanya Tuhanlah sendiri yang abadi. Hal ini menunjukkan bahwa segala hal itu berproses. Demikian pula dunia secara keseluruhan tak abadi karma mereka terbatas dan tercipta, segala yang terbatas dengan ruang dell waktu adalah tak abadi.

Jadi, dunia (alam) ini baharu sebagaimana pendapat para mutakallimun, hanya saja perbedaannya adalah dari segi kandungan dalilnya. Oleh karena itu, timbul pertanyaan apakah mungkin sesuatu dalam kenyataan ini menjadi sebab bagi dirinya atau tidak,? Al-Kindi menjawab tentu tidak mungkin, karena sesuatu yang ada dalam alam ini sebab padanya. Olehnya itu, alam ini ada permasalahannya baik dari segi gerak maupun dari segi waktu. Pencipta itu tidaklah banyak melainkan Maha Esa, tidak terbilang, Dialah yang langsung karena ia tidak berubah.

  • Filsafat Jiwa/al-Nafs

Dalam Islam, persoalan jiwa, (roh) pada dasarnya tidak dianggap satu persoalan yang perlu lagi dipersoalkan, karena ayat-ayat al-Qur’an dan hadits Nabi telah memberikan pernyataan bahwa persoalan roh adalah urusan Tuhan, bukan urusan manusia.

Menurut al-Kindi, roh itu tidak tersusun, mempunyai arti panting, sempurna dan mulia. Substansi roh berasal dari subtansi Tuhan, Hubungan roh dan Tuhan sebagaimana dengan hubungan cahaya dan matahari.

Selain itu, jiwa bersifat spritual, ilahiyah, terpisah dan berbeda dengan Tuhan. Tubuh mempunyai hawa nafsu, dan sifat pemarah sedangkan roh menentang hawa nafsu. Jadi roh adalah merupakan sosial kontrol terhadap tubuh. Tubuh akan binasa tanpa roh.

Dengan roh pulalah manusia memperoleh pengetahuan yang sebenarnya. Roh bersifat kekal dan tidak hancur, sebagaimana hancurnya badan kalau meninggal, karena substansinya berasal dari Tuhan. Merupakan cahaya yang dipancarkan oleh Tuhan.

Selama di dalam badan roh tidak memperoleh ketenangan yang sebenarnya dan pengetahuannya tidak sempurna. Hanya setelah bercerai dengan badan roh memperoleh kesenangan yang sebenarnya dalam bentuk pengetahuan yang sempurna. Setelah bercerai dengan badan roh pergi ke alam kebenaran, alam akal di dalam lingkungan cahaya Tuhan, dekat dengan Tuhan dan dapat melihat Tuhan Di sinilah kesenangan abadi dari roh.

Al-Kindi berpendapat bahwa jiwa mempunyai 3 daya, yakni:

1. Daya bernafsu 

2. Daya pemarah  

3. Daya berfikir

Daya berfikir ini disebut dengan akal, bagi al-Kindi akal terbagi atas tiga bagian sebagai berikut:

a. Akal bersifat potensial 

b. Akal yang keluar dari akal yang potensial 

c. Akal yang telah mencapai tingkat kedua dari aktualitas

Akal yang bersifat potensial, tidak dapat keluar menjadi aktual jika tidak ada kekuatan yang menggerakkannya dari luar, olehnya itu al-Kindi menambah satu macam akal yang memiliki wujud di luar wujud manusia yang bernama akal yang selamanya dalam aktualitas yang membuat akal menjadi potensial dalam roh manusia menjadi aktuil.

Menurut dugaan saya, mungkin inilah yang disebut akal yang tak terbatas. Hal ini sejalan dengan pendapat Aristoteles yang membedakan menjadi dua macam akal yakni akal mungkin dan akal agen. Akal mungkin itulah yang menerima pikiran. Sedangkan akal agen menghasilkan obyek-­obyek pemikiran. Akal agen ini selalu aktual, dan selalu tersendiri, kekal dan tak rusak.

Menurut syayyid Syarif akal itu ada disebut juga (intelak pertama), hakikat Muhammadiyah, nafs wahidah, hakikat asmaiyyah yang identik dengan eksistensi pertama yang diciptakan Allah yang, dinamakan (khalifah terbesar) atau inti cahaya, intinya merupakan wahana penampakan zat. Sedangkan cahayanya penammpakan pada umumnya. Yang intinya dinamakan (nafs wahidah) cahayanya dinamakan intelak pertama.

Dan rupanya teori tentang nafs/jiwa masih belum tuntas karena filosof di belakang al-Kindi masih mempersoalkan. Dan yang terpenting menurut al-­Kindi bagaimana menyempurnakan jiwa untuk memperoleh kebahagian tertinggi.

KESIMPULAN

Berdasarkan uraian di atas, maka penulis dapat menarik suatu kesimp­ulan sebagai berikut:

  1. Al-Kindi adalah seorang filosof muslim Yang pertama, (185 H.) yang meninggalkan 270 buah buku. Sekaligus dikenal sebagai filosof yang mengkompromikan Agama dan filsafat. Menurutnya bahwa Agama dan Filsafat tidaklah mungkin bertentangan, karena keduanya berasal dari Allah. Al-Qur’an sudah jelas kebenarannya secara langsung sebagai wahyu melalui Rasul-rasulnya, dan filsafat adalah hash dari upaya penghinaan akal secara maksimal sebagai potensi yang tidak dimiliki oleh makhluk lain. Jadi, apa yang dihasilkan oleh filsafat adalah kebenaran yang tidak bertentangan dengan Agama, selain itu, Allah telah menganjurkan kepada manusia untuk selalu menggunakan akalnya dalam mengamati fenomena alam, karena seseorang yang mampu menggunakan akalnya, pasti akan menemukan kekuasaan Allah yang sangat besar melalui alam ini.
  2. Dalam filsafat ketuhanan al-Kindi, dijelaskan bahwa Tuhan adalah wujud yang sempurna dan tidak didahului wujud apapun. Pada hakikatnya pandangan ini, dianut semua. para filosof muslim sebelum dan sesudahnya. Namun ada penjelasan al-Kindi yang menarik dalam menjelaskan tentang wujud Tuhan. Menurutnya, Tuhan tidak mempunyai hakikat dalam arti ainiah atau mahiyah (universal). Tuhan tidak ainiyah, karena Ia tidak termasuk bends yang tersusun, bahkan Ia penyebab adanya benda. Tuhan tidak mempunyai hakikat dalam bentuk mahiyah, karena Tuhan bukan jenis atau species. Tuhan hanya satu dan tidak ada yang serupa dengannya. Tuhan adalah al­-Haq al-Awwal dan Ia semata-mata satu.
  3. Filsafat jiwa pada dasarnya tidak terlalu jauh memberikan komentar, karena ia mengacu pada firman Allah yang mengatakan bahwa “roh adalah urusan Tuhan”. Namun al-Kindi menjelaskan bahwa roh itu, sempurna dan mulia, karena rah adalah substansi Tuhan. Selanjutnya Al-Kindi menganalogikan hubungan Tuhan dengan roh dengan mengatakan bahwa Tuhan dengan roh adalah dengan hubungan matahari dengan cahayanya. Roh juga pada hakikatnya kekal dan tidak hancur, karena ia adalah cahaya yang dipancarkan oleh Allah.
7 Menit Lebih Dekat Bersama KH. Ahmad Dahlan

7 Menit Lebih Dekat Bersama KH. Ahmad Dahlan

Amarta Yasyhini Ilka Haque

“Hidup-Hidupilah Muhammadiyah, Jangan Mencari Hidup Dalam Muhammadiyah”

-KH. Ahmad Dahlan

Nama        : KH. Ahmad Dahlan
Lahir          : Yogyakarta, 1 Agustus 1868
Wafat        : Yogyakarta, 23 Februari 1923

Pasangan :
Hj. Siti Walidah
Nyai Abdullah
Nyai Rum
Nyai Aisyah
Nyai Yasin

Anak :
Djohanah
Siradj Dahlan
Siti Busyro
Irfan Dahlan
Siti Aisyah
Siti Zaharah
Dandanah

  • Latar Belakang

Kyai Haji Ahmad Dahlan merupakan seorang Pahlawan Nasional Indonesia yang lahir di suatu daerah bernama Kauman yang tepatnya berada di Yogyakarta pada tanggal 1 Agustus 1868. Nama kecil KH. Ahmad Dahlan adalah Muhammad Darwisy. Muhammad Darwisy dilahirkan dari kedua orang tua yang dikenal sangat alim, yaitu KH. Abu Bakar yang merupakan seorang ulama dan Imam Khatib terkemuka di Masjid Besar Kesultanan Yogyakarta dan Nyai Abu Bakar, seorang puteri dari H. Ibrahim yang menjabat sebagai Penghulu Kesultanan Yogyakarta saat itu. Beliau merupakan anak keempat dari tujuh orang bersaudara yang lima diantaranya perempuan, kecuali adik bungsunya. Dalam silsilah, beliau termasuk keturunan kedua belas dari Maulana Malik Ibrahim atau yang biasa dikenal sebagai Sunan Gresik, yaitu seorang wali besar dan terkemuka diantara wali songo, serta dikenal pula sebagai pelopor pertama penyebaran dan pengembangan Islam di Tanah Jawa.

  • Masa Muda

Darwisy mempunyai sifat yang baik, berbudi pekerti halus, dan berhati lunak, juga berwatak cerdas. Sejak kecil Muhammad Darwisy diasuh dalam lingkungan pesantren, yang membekalinya pengetahuan agama dan bahasa Arab. Disamping itu, beliau diasuh dan dididik sebagai putera kiyai. Pendidikan dasarnya dimulai dengan belajar membaca, menulis, mengaji Al-Qur’an, dan kitab-kitab agama. Pendidikan ini diperoleh langsung dari ayahnya.

Ia telah menunaikan ibadah haji di usia yang ke-15 tepatnya pada tahun 1883, lalu dilanjutkan dengan menuntut ilmu agama dan bahasa Arab di Mekah selama lima tahun. Disinilah ia berinteraksi dengan tokoh pembaharu dunia Islam, seperti Muhammad Abduh, Al-Afghani, Rasyid Ridha, dan Ibnu Taimiyah. Pada tahun 1888 di usianya yang ke-20 tahun, ia kembali ke kampungnya dan mengubah namanya menjadi Haji Ahmad Dahlan yang diambil dari nama seorang mufti terkenal dari Mazhab Syafi’i di Mekah, yaitu Ahmad bin Zaini Dahlan.

Pada tahun 1902 sampai 1904, ia menunaikan ibadah haji untuk kedua kalinya yang dilanjutkan dengan memperdalam ilmu agama kepada beberapa guru di Mekah dengan menetap selama dua tahun. Beliau banyak bertemu dan melakukan muzakkarahdengan sejumlah ulama Indonesia yang bermukim di Mekkah. Di antara ulama tersebut adalah; Syekh Muhammad Khatib al Minangkabawi, Kiyai Nawawi al-Banteni, Kiyai Mas Abdullah, dan Kiyai Faqih Kembang. Selama dua tahun tersebut, beliau juga sempat berguru kepada Syeh Ahmad Khatib yang juga merupakan guru dari KH. Hasyim Asyari, pendiri NU.

Sepulang beliau dari Mekah, ia menikah dengan Siti Walidah, saudara sepupunya sendiri yang merupakan anak dari Kyai Penghulu Haji Fadhil, yang kelak dikenal dengan Nyai Ahmad Dahlan, seorang Pahlawanan Nasional dan sosok pendiri Aisyiyah. Dari perkawinannya dengan Siti Walidah, beliau dikaruniai enam orang anak yaitu Djohanah, Siradj Dahlan, Siti Busyro, Irfan Dahlan, Siti Aisyah, Siti Zaharah. Di samping itu, KH. Ahmad Dahlan pernah menikahi Nyai Abdullah, janda H. Abdullah. Ia juga pernah menikahi Nyai Rum, adik Kyai Munawwir Krapyak. Beliau juga mempunyai putera dari perkawinannya dengan Nyai Aisyah (adik Ajengan Penghulu Cianjur), yang bernama Dandanah. Beliau pernah pula menikah dengan Nyai Yasin, Pakualaman Yogyakarta.

  • Pengalaman Organisasi

Dengan maksud mengajar agama, pada tahun 1909 Ahmad Dahlan masuk Boedi Oetomo – organisasi yang melahirkan banyak tokoh nasionalis. Di sana beliau memberikan pelajaran-pelajaran untuk memenuhi keperluan anggota. Pelajaran yang diberikannya dirasa sangat berguna bagi anggota Boedi Oetomo sehingga para anggota menyarankan agar Ahmad Dahlan membuka sekolah sendiri yang diatur dengan rapi dan didukung oleh organisasi yang bersifat permanen.

Saran itu kemudian ditindaklanjuti Ahmad Dahlan dengan mendirikan sebuah organisasi yang diberi nama Muhammadiyah pada 18 November 1912. Organisasi ini bergerak di bidang kemasyarakatan dan pendidikan. Melalui organisasi inilah beliau berusaha memajukan pendidikan dan membangun masyarakat Islam. Ahmad Dahlan ingin mengadakan suatu pembaharuan dengan cara berpikir dan beramal menurut tuntunan Al-Qur’an dan Al-Hadits. Bagi Ahmad Dahlan, Islam hendaknya didekati serta dikaji melalui kacamata modern sesuai dengan panggilan dan tuntutan zaman. Beliau mengajarkan Al Qur’an dengan terjemahan dan tafsir agar masyarakat tidak hanya pandai membaca semata, melainkan juga dapat memahami makna di dalamnya. Menurut pengamatannya, keadaan masyarakat sebelumnya hanya mempelajari Islam dari kulitnya tanpa mendalami dan memahami isinya.

Pada tanggal 20 Desember 1912, beliau mengajukan permohonan kepada Pemerintah Hindia Belanda untuk mendapatkan badan hukum. Permohonan itu baru dikabulkan pada tahun 1914. Izin itu hanya berlaku untuk daerah Yogyakarta dan organisasi ini hanya boleh bergerak di daerah. KH. Ahmad Dahlan mendirikan Muhammadiyah sebagai organisasi yang mempelopori amal usaha sosial dan pendidikan. Hal ini diperlukan bagi kebangkitan dan kemajuan bangsa dengan jiwa ajaran Islam.

Gagasan pembaharuan Muhammadiyah disebarluaskan oleh Ahmad Dahlan dengan mengadakan tabligh ke berbagai kota, di samping juga melalui relasi-relasi dagang yang dimilikinya. Gagasan ini ternyata mendapatkan sambutan yang besar dari masyarakat di berbagai kota di Indonesia. Ulama-ulama dari berbagai daerah lain berdatangan kepadanya untuk menyatakan dukungan terhadap Muhammadiyah. Muhammadiyah makin lama makin berkembang hampir di seluruh Indonesia. Oleh karena itu pada tanggal 7 Mei 1921, Dahlan mengajukan permohonan kepada pemerintah Hindia Belanda untuk mendirikan cabang-cabang Muhammadiyah di seluruh Indonesia. Permohonan ini dikabulkan oleh pemerintah Hindia Belanda pada tanggal 2 September 1921.

Pada bidang pendidikan, beliau lantas mengubah sistem pendidikan pesantren pada masa itu. Ia mendirikan sekolah-sekolah agama yang juga mengajarkan pelajaran umum dan juga bahasa belanda. Bahkan ada Sekolah Muhammadiyah seperti H.I.S met de Qur’an. Ia memasukkan pelajaran agama di sekolah umum pula. Ahmad Dahlan terus mengembangkan dan membangun sekolah-sekolah. Selain sekolah, Ia juga mendirikan masjid, langgar, rumah sakit, poliklinik, dan juga rumah yatim piatu.

Kegiatan dakwah pun tidak ketinggalan. Beliau semakin meningkatkan dakwah dengan ajaran pembaruannya. Di antara ajaran utamanya yang terkenal, beliau mengajarkan bahwa semua ibadah diharamkan kecuali yang ada perintahnya dari Nabi Muhammad SAW. Beliau juga mengajarkan larangan ziarah kubur, penyembahan dan perlakuan yang berlebihan terhadap pusaka-pusaka keraton seperti keris, kereta kuda, dan tombak. Di samping itu, beliau juga memurnikan agama Islam dari percampuran ajaran agama Hindu, Budha, animisme, dinamisme, dan kejawen.

Kemajuan kaum wanita juga menjadi gagasan dan pemikiran KH. Ahmad Dahlan. Beliau  menghendaki kaum wanita agar dapat maju seperti halnya kaum pria, untuk itu beliau mendirikan organisasi Aisyiyahpada tahun 1918 yang khusus untuk kaum wanita.

Sementara untuk pemuda, Ahmad Dahlan membentuk Padvinder atau Pandu – sekarang dikenal dengan nama Pramuka – dengan nama Hizbul Wathan (HW). Di sana para pemuda diajari baris-berbaris dengan genderang, memakai celana pendek, berdasi, dan bertopi. Hizbul Wathan ini juga mengenakan pakaian seragam, seperti Pramuka sekarang. Pembentukan Hizbul Wathan ini dimaksudkan sebagai tempat pendidikan para pemuda yang merupakan bunga harapan agama dan bangsa. Sebagai tempat persemaian kader-kader terpercaya. Ini sekaligus menunjukkan bahwa Agama Islam itu tidaklah kolot melainkan progressif. Tidak ketinggalan zaman, namun sejalan dengan tuntutan keadaan dan kemajuan zaman.

  • Tokoh Pembaharu Islam

Karena semua pembaharuan yang diajarkan oleh KH. Ahmad Dahlan agak menyimpang dengan tradisi, ia mendapatkan resistensi baik dari keluarga maupun dari masyarakat sekitarnya. Berbagai fitnah, tuduhan, dan hasutan datang bertubi-tubi kepadanya. Ahmad Dahlan sering diteror seperti rumah yang dilempari batu dan kotoran binatang. Bahkan pada saat dakwah di Banyuwangi, Ahmad Dahlan dituduh sebagai kyai palsu dan Ia diancam akan dibunuh.

Walaupun begitu, beliau tidak mundur. Beliau menyadari bahwa melakukan suatu pembaruan ajaran agama (mushlih) pastilah menimbulkan gejolak dan mempunyai risiko. Segala tindak perbuatan, langkah dan usaha yang ditempuh Kiai ini dimaksudkan untuk membuktikan bahwa Islam itu adalah agama kemajuan yang dapat mengangkat derajat umat dan bangsa ke taraf yang lebih tinggi. Dengan penuh kesabaran, masyarakat perlahan-lahan menerima perubahan yang diajarkannya. Tujuan mulia terkandung dalam pembaruan yang diajarkannya. Usahanya ini ternyata membawa dampak positif bagi bangsa Indonesia yang mayoritas beragama Islam. Banyak golongan intelektual dan pemuda yang tertarik dengan metoda yang dipraktekkan Kiai Dahlan ini sehingga mereka banyak yang menjadi anggota Muhammadiyah.

Dalam perkembangannya, Muhammadiyah kemudian menjadi salah satu organisasi massa Islam terbesar di Indonesia. Melihat metode pembaruan KH Ahmad Dahlan ini, beliaulah ulama Islam pertama atau mungkin satu-satunya ulama Islam di Indonesia yang melakukan pendidikan dan perbaikan kehidupan umat, tidak dengan pesantren dan tidak dengan kitab karangan, melainkan dengan organisasi. Sebab selama hidup, beliau diketahui tidak pernah mendirikan pondok pesantren seperti halnya ulama-ulama yang lain. Dan sepanjang pengetahuan, beliau juga belum pernah mengarang suatu kitab atau buku agama.

  • Wafatnya KH. Ahmad Dahlan

K.H. Ahmad Dahlan mengalami gangguan kesehatan sejak tahun 1922 karena mobilitas beliau yang begitu tinggi. Kesehatan beliau terus menurun hingga akhirnya beliau meninggal pada tanggal 23 Februari 1923 dengan berusia 54 tahun. Beliau dimakamkan di kampung Karangkajen, Brontokusuman, wilayah bernama Mergangsan di Yogyakarta. Pada tanggal 27 Desember 1961, berdasarkan SK Presiden RI No.657 Tahun 1961 atas jasa-jasa beliau, Pemerintah Republik Indonesia memberikan gelar kehormatan sebagai Pahlawan Nasional.

Mengulik Kembali Film Sang Pencerah

Mengulik Kembali Film Sang Pencerah

Aurora Fatimatuz Zahra

“Hidup Hidupilah Muhammadiyah dan Jangan Mencari Kehidupan di Muhammadiyah

-KH. Ahmad Dahlan

            Pada tahun 1868 Kauman merupakan kampung Islam terbesar di Jogjakarta dengan masjid besar sebagai pusat kegiatan agama dipimpin oleh seorang penghulu bergelar “Kamaludinningrat”.

            Saat itu Islam terpengarih oleh ajaran Syeh Siti Jenar yang meletakkan raja sebagai perwujudan tuhan, masyarakat meyakini titah raja adalah sabda tuhan syariat Islam bergeser kearah tahayul dan mistik.

            Sementara itu, kemiskinan dan kebodohan makin merajalela akibat politik paksa pemerintah Belanda. Agama tidak bisa mengatasi keadaan terlalu sibuk dengan tahayul yang bertentangan dengan Al-Qur’an dan Sunnah rasul Muhammad SAW. Sampai suatu saat tiba lahirlah Muhammad Darwis di Kauman, Jogjakarta pada tanggal 1 Agustus 1868.

            Saat masyarakat di Kauman melakukan ritual, Muhammad Darwis merasa keheranan dengan apa yang masyarakat lakukan, ia pun mengambil sesajean warga dan memberikan sesajean tersebut kepada fakir miskin. Lalu saat beliau sedang di masjid dengan remaja – remaja lainnya, beliau melihat teman – teman beliau bertunduk ketika Penghulu Masjid Besar Kauman, hanya Muhammad Darwis yang tidak melakukan hal itu, orang – orang yang ada di masjid heran dan menyuruh Darwis untuk bertunduk tetapi Darwis tetap diam.

            Lalu saat Darwis berumur 15 Tahun, ia memberanikan diri untuk belajar di Mekkah, ia meminta persetujuan Pak De nya. Tujuan Darwis ke Mekkah untuk mendalami Islam. Lalu setelah 5 tahun beliau kembali ke Jogjakarta dan mengganti nama beliau menjadi KH. Ahmad Dahlan. Lalu Beliau menikahi Siti Walidah. Tidak lama ayah beliau, Abu Bakar meninggal dan beliau menerusakan perjuangan ayahnya.

            Suatu saat K.H. Ahmad Dahlan memainkan biola dan menarik perhatian 4 pemuda. Salah satu dari 4 pemuda tersebut bertanya tentang apa itu agama. Beliau pun kembali memainkan biola nya dengan merdu. Melalui irama biola yang beliau mainkan beliau menjawab kalau agama itu indah. Beliau berkata kalau agama itu indah, tenang, damai seperti musik ini mengayomi dan menyelimuti.

            K.H. Ahmad Dahlan juga sering membahas tentang Surah Al – Maun, hingga salah satu dari muridanya merasa bosan. Beliau berkata untuk apa mempelajari dan menghapal banyak surah di Al-Qur’an kalau kita tidak bisa menyantuni fakir miskin dan menyayangi anak yatim.

            Dakwah – dakwah mendapatkan pertentangan dari banyak ulama, beliau disebut kiai kafir. Masjid Kudus, masjid yang didirikan beliau pun dibakar dan dihancurkan oleh masyarakat. Sampai pada akhirnya K.H. Ahmad Dahlan dan Istrinya ingin pergi meninggalkan Kauman. Kakaknya terus membujuk mereka untuk tidak pergi meninggalkan Kauman. Dan pada akhirnya mereka tetap bertahan di Kauman dan memulai kembali untuk membangun Masjid yang telah dirobohkan tersebut.

            Lalu K.H Ahmad Dahlan berangkat haji kembali dan dibiayai oleh keratin Jogja. Tanpa menyia-nyiakan kesempatan tersebut, beliau belajar dan menambah ilmu yang beliau dapatkan. 5 tahun berlalu beliau pulang dan bertemu dengan murid-murid beliau dulu yang sudah berganti nama.

            Setelah beberapa hari di Kauman, beliau mendengar suatu perkumpulan Boedi Utomo yang menarik perhatian beliau untuk mencari lebih dalam tentang organisasi tersebut. Beliau pun bekerja sama dengan organisasi tersebut dan dari situlah muncul pengobatan gratis. Dari situ juga kehidupan beliau menemui titik terang.

            Beliau juga sempat mengajar di salah satu sekolah non muslim dan beliau membuktikan bahwa agama Islam bukanlah agama yang terbelakang. Mulailah Islam Berjaya dan semakin banyak pula yang ingin mempelajari Islam lebih dalam.

“5 Menit Lebih Dekat Bersama Amin Rais”

“5 Menit Lebih Dekat Bersama Amin Rais”

“Dipuji Kepala
Tak Mengembang
Dicaci Hati Pun
Tak Mengempis”

Tokoh reformasi Indonesia ini dilahirkan di Surakarta, 26 April 1944. Orang tuanya sebenarnya menginginkan Amien Rais menjadi kiai melanjutkan pendidikan di Mesir, sehingga pendidikan yang ditanamkan oleh orang tuanya sangat kental dengan nilai-nilai agama, baik di Pendidikan Dasar (SD Muhammadiyah 1 Surakarta) maupun Pendidikan Sekolah Menengah (SMP dan SMA).
Pendidikan tingkat sarjana diselesaikan oleh Amien Rais di Jurusan Ilmu Hubungan Internasional FISIPOL Universitas Gadjah Mada pada tahun 1968, sementara ia juga menerima gelar Sarjana Muda dari Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta pada tahun 1969. Pada saaat mahasiswa inilah ia banyak terlibat aktif di beberapa organisasi kemahasiswaan seperti Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (Ketua III Dewan Pimpinan Pusat IMM) dan Himpunan Mahasiswa Islam (Ketua Lembaga Dakwah Mahasiswa Islam HMI Yogyakarta).
Studinya dilanjutkan pada tingkat Master di bidang Ilmu Politik di University of Notre Dame, Amerika Serikat dan selesai pada tahun1974. Dari universitas yang sama, ia juga memperoleh Certificate on East-European Studies. Sementara itu gelar Doktoralnya diperoleh dari Universitas Chicago, Amerika Serikat pada tahun 1981 dengan disertasinya yang cukup terkenal yaitu Gerakan Ikhwanul Muslimin di Mesir. Ia juga pernah mengikuti Post-Doctoral Program di George Washington University pada tahun 1986 dan di UCLA pada tahun 1988.
Perjalanan pendidikannya tersebut telah memberinya banyak pengalaman dan kemampuan kognitif-analitis dan mengantarkannya menjadi salah seorang intelektual terkemuka di negeri ini, bahkan di berbagai belahan dunia yang lain. Tugas-tugas intelektualisme pun ia lakukan, baik transformasi keilmuan (mengajar di berbagai universitas) dan juga melakukan kritik atas fenomena sosial yang sedang berlangsung.
Kritikannya yang sangat vocal sangat mewarnai opini publik di Indonesia. Sepulangnya dari pendidikan di Amerika, ia terkenal sebagai pakar politik Timur Tengah dan melontarkan kritik yang sangat tajam terhadap kebijakan politik luar negeri Amerika, sebuah negeri tempat ia sendiri belajar banyak tentang demokrasi dan hak asasi manusia. Kondisi politik dan perekonomian di Indonesia yang sudah mulai membusuk dan sangat tidak sehat bagi demokrasi mendorong Amien Rais bersuara keras pada tahun 1993 (Tanwir Muhammadiyah di Surabaya) dengan isu suksesi kepresidenan, sebuah isu yang janggal pada saat itu karena kepemimpinan orde baru masih sangat kuat. Pembusukan politik dan ekonomi pada dawarsa kedua tahun 1990-an mendorongnya kembali menggulirkan gagasan tentang suksesi, bahkan lebih luas lagi, yaitu reformasi politik di Indonesia. Berawal dari kasus Freeport dan Busang, ia mulai menggulirkan perubahan sosial yang mendasar di negeri ini. Bahkan, ia akhirnya menjadi orang terdepan dalam meruntuhkan kebobrokan politik orde baru.
Kepemimpinan Prof. Dr. Amien Rais di Muhammadiyah
Dalam mukaddimah Anggaran Dasar Muhammadiyah disebutkan bahwa setiap pribadi muslim wajib mengikuti jejak para Nabi dan berusaha untuk menciptakan masyarakat utama yakni masyarakat yang adil, makmur, aman dan damai dalam lingkungan Tuhan Yang Maha Pengampun didunia ini dengan niat ikhlas, bertanggung jawab, sabar dan tawakal dalam menghadapi segala kesukaran atau kesulitan yang menimpa dirinya atau rintangan yang menghalangi pekerjaannya dengan penuh pengharapan akan perlindungan dan pertolongan Allah.
Apa yang dilakukan Amien Rais merupakan internalisasi dari pengalaman para pemimpin Muhammadiyah sebelumnya. Dengan ajaran dan doktrin Muhammadiyah, khususnya mengenai kewajiban ber-amar ma’ruf nahi munkar merupakan salah satu pilar utama dari citra tauhid. Bila umat Islam yang mengorientasikan dirinya pada tauhid dilarang untuk melaksanakan kewajiban ber-amar ma’ruf nahi munkar, maka implikasinya akan sangat besar bagi kehidupan umat manusia.
Dalam pandangan Muhammadiyah, amar ma’ruf atau mengajak kebajikan harus diimbangi dengan nahi munkar atau mencegah ketidakbajikan dan kenistaan. Pribadi yang diinginkan oleh Muhammadiyah adalah pribadi yang mampu menjaga keseimbangan itu, meskipun berakibat pahit bagi dirinya. Pada sisi ini, Amien Rais sesungguhnya telah mendapatkan kemenangan secara moral.


Pendidikan tingkat sarjana diselesaikan oleh Amien Rais di Jurusan Ilmu Hubungan Internasional FISIPOL Universitas Gadjah Mada pada tahun 1968, sementara ia juga menerima gelar Sarjana Muda dari Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta pada tahun 1969. Pada saaat mahasiswa inilah ia banyak terlibat aktif di beberapa organisasi kemahasiswaan seperti Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (Ketua III Dewan Pimpinan Pusat IMM) dan Himpunan Mahasiswa Islam (Ketua Lembaga Dakwah Mahasiswa Islam HMI Yogyakarta).
Studinya dilanjutkan pada tingkat Master di bidang Ilmu Politik di University of Notre Dame, Amerika Serikat dan selesai pada tahun1974. Dari universitas yang sama, ia juga memperoleh Certificate on East-European Studies. Sementara itu gelar Doktoralnya diperoleh dari Universitas Chicago, Amerika Serikat pada tahun 1981 dengan disertasinya yang cukup terkenal yaitu Gerakan Ikhwanul Muslimin di Mesir. Ia juga pernah mengikuti Post-Doctoral Program di George Washington University pada tahun 1986 dan di UCLA pada tahun 1988.
Perjalanan pendidikannya tersebut telah memberinya banyak pengalaman dan kemampuan kognitif-analitis dan mengantarkannya menjadi salah seorang intelektual terkemuka di negeri ini, bahkan di berbagai belahan dunia yang lain. Tugas-tugas intelektualisme pun ia lakukan, baik transformasi keilmuan (mengajar di berbagai universitas) dan juga melakukan kritik atas fenomena sosial yang sedang berlangsung.
Kritikannya yang sangat vocal sangat mewarnai opini publik di Indonesia. Sepulangnya dari pendidikan di Amerika, ia terkenal sebagai pakar politik Timur Tengah dan melontarkan kritik yang sangat tajam terhadap kebijakan politik luar negeri Amerika, sebuah negeri tempat ia sendiri belajar banyak tentang demokrasi dan hak asasi manusia. Kondisi politik dan perekonomian di Indonesia yang sudah mulai membusuk dan sangat tidak sehat bagi demokrasi mendorong Amien Rais bersuara keras pada tahun 1993 (Tanwir Muhammadiyah di Surabaya) dengan isu suksesi kepresidenan, sebuah isu yang janggal pada saat itu karena kepemimpinan orde baru masih sangat kuat. Pembusukan politik dan ekonomi pada dawarsa kedua tahun 1990-an mendorongnya kembali menggulirkan gagasan tentang suksesi, bahkan lebih luas lagi, yaitu reformasi politik di Indonesia. Berawal dari kasus Freeport dan Busang, ia mulai menggulirkan perubahan sosial yang mendasar di negeri ini. Bahkan, ia akhirnya menjadi orang terdepan dalam meruntuhkan kebobrokan politik orde baru.
Kepemimpinan Prof. Dr. Amien Rais di Muhammadiyah
Dalam mukaddimah Anggaran Dasar Muhammadiyah disebutkan bahwa setiap pribadi muslim wajib mengikuti jejak para Nabi dan berusaha untuk menciptakan masyarakat utama yakni masyarakat yang adil, makmur, aman dan damai dalam lingkungan Tuhan Yang Maha Pengampun didunia ini dengan niat ikhlas, bertanggung jawab, sabar dan tawakal dalam menghadapi segala kesukaran atau kesulitan yang menimpa dirinya atau rintangan yang menghalangi pekerjaannya dengan penuh pengharapan akan perlindungan dan pertolongan Allah.
Apa yang dilakukan Amien Rais merupakan internalisasi dari pengalaman para pemimpin Muhammadiyah sebelumnya. Dengan ajaran dan doktrin Muhammadiyah, khususnya mengenai kewajiban ber-amar ma’ruf nahi munkar merupakan salah satu pilar utama dari citra tauhid. Bila umat Islam yang mengorientasikan dirinya pada tauhid dilarang untuk melaksanakan kewajiban ber-amar ma’ruf nahi munkar, maka implikasinya akan sangat besar bagi kehidupan umat manusia.
Dalam pandangan Muhammadiyah, amar ma’ruf atau mengajak kebajikan harus diimbangi dengan nahi munkar atau mencegah ketidakbajikan dan kenistaan. Pribadi yang diinginkan oleh Muhammadiyah adalah pribadi yang mampu menjaga keseimbangan itu, meskipun berakibat pahit bagi dirinya. Pada sisi ini, Amien Rais sesungguhnya telah mendapatkan kemenangan secara moral.

Pemikiran dari Prof. Dr. Amien Rais
 Gagasan “Tauhid Sosial”
Tauhid sosial secara istilah yang dikenalkan Amien Rais dalam hal ini belum membudaya dan tersosialisasikan dalam masyarakat Indonesia khususnya dalam hal ini, Amien Rais dapat dikategorikan sebagai tokoh pertama yang mengenalkannya. Tauhid sosial merupakan bagian langsung dari konsep tauhid yang umumnya dipahami oleh masyarakat Muslim sebagai ibadah mahdhah seperti shalat, zakat, puasa dan haji sebenarnya secara eksplisit sarat dengan muatan-muatan sosial. Dalam pemikiran Amien Rais tauhid tidak hanya dipahami sebagai konsep tauhid atas Tuhan selain Allah tetapi tauhid dalam interaksinya tidak mengenal diskriminasi berdasarkan ras, jenis kelamin, agama, bahasa, dan etnis. Namun, pertimbangan keadilan dan sosialah yang harus ditegakkan oleh orang-orang yang beriman. Menurut Amien Rais pelajaran pertama yang dapat dipetik dari tauhid yaitu tingkat pertama seorang Muslim harus berani mengatakan tidak pada setiap kebatilan dan pada setiap manifestasi tahgut dan pada setiap ketidakbenaran. Tingkat kedua orang yang beriman harus mempunyai keakinan kepada Allah secara utuh serta meyakini. Tingkat ketiga seorang yang bertauhid harus mempunyai deklarasi kehidupan dengan menghayati semangat sesungguhnya ibadahku, hidupku, shalatku dan matiku aku persembahkan semata-mata karena Allah. Tingkat keempat manusia tauhid harus berusaha menerjemahkan keyakinannya menjadi kongkrit serta menjadi satu sikap budaya untuk mengembangkan amal shaleh. Tingkat kelima seorang yang bertauhid adalah mengambil kriteria baik atau buruk, tercela atau terkutuk berdasarkan tuntutan agama bukan ukuran marxis atau sekuleris atau bahkan kaum humanis yang mengatakan manusia adalah urusan segala sesuatu. Selanjutnya upaya untuk membumikan tauhid dan mengimplementasikan tauhid harus didukung empat doktrin lainnya, yaitu pertama pencerahan umat melalui pendidikan karena ilmu pengetahuan adalah barang yang hilang dari kalangan umat Islam dan itu harus direbut kembali. Kebodohan telah menjadi musuh terbesar dan itu harus dihilangkan, dan Muslim mustahil dapat membawa masa depan yang lebih cerah jika kebodohan dan keterbelakangan masih saja melekat dalam kehidupan mereka.
 Gagasan High Politics
Pada pertengahan tahun 90-an dalam wacana politik praktis di Indonesia dikenal dengan istilah High Politics. Istilah ini muncul sebagai konsekuensi logis dari perilaku elit kekuasaan yang mengindahkan moral dan perilaku politiknya. Adapun karakteristik high politics menurut Amien Rais yaitu setiap jabatan politik pada hakekatnya merupakan amanah yang harus dipelihara sebaik-baiknya dan kekuasaan harus dipandang sebagai hikmah yang diberikan Allah untuk mengayomi masyarakat, menegakkan keadilan, memelihara tertib sosial yang egalitarian serta untuk membangun kesejahteraan bersama. Lebih lanjut aktualisasi dari high politics dinilai sebagai implementasi dari pesan profetik nahi mungkar serta meniscayakan dirinya untuk selalu melakukan koreksi total terhadap berbagai ketimpangan yang terjadi dalam masyarakat yang diakibatkan dari kebijakan-kebijakan pemerintah.

Merawat Idealisme IMM menuju Gerakan Transformatif

Merawat Idealisme IMM menuju Gerakan Transformatif

Kami Mahasiswa Indonesia bersumpah, berbangsa satu , bangsa yang gandrung keadilan, Kami Mahasiswa Indonesia bersumpah, bertanah air satu, tanah air tanpa penindasan.

Kami Mahasiswa Indonesia bersumpah, berbahasa satu, bahasa tanpa kebohongan.

( Sumpah Mahasiswa Indonesa )

  1. IMM adalah gerakan mahasiswa islam
  2. Kepribadian Muhammadiyah adalah landasan perjuangan IMM
  3. Fungsi IMM sebagai eksponem mahasiswa dalam muhammadiyah
  4. Ilmu adalah amaliyah IMM dan amal adalah ilmiyah IMM
  5. IMM adalah organisasi mahasiswa yang sah dengan mengindahkan segala hukum, undang-undang, peraturan serta dasar dan falsafah negara
  6. Amal IMM adalah Lillahi Taala dan senantiasa diabadikan untuk kepentingan rakyat

( Enam penegasan IMM )

Pendahuluan

Begitu banyak kisah heroik yang dilakukan oleh mahasiswa yang menjadikan mahasiswa sebagai tokoh yang disegani di Republik ini. Mahasiswa melatarbelakangi perjuangannya dengan tetap konsisten untuk berpihak kepada rakyat dan secara otomatis melawan pemerintah yang zalim terhadap rakyat. Mahasiswa yang nota benenya merupakan rakyat juga, dimandatkan untuk menjadi perwakilan rakyat yang tentu berbeda dengan perwakilan rakyat yang di senayan yang sudah berselingkuh dengan korporasi sekaligus menghianati harapan rakyat Indonesia. Representatif mahasiswa sebagai perwakilan rakyat adalah panggilan murni dari lubuk hati untuk melihat bangsa ini, menjadi bangsa sejahtera sebagaiamana diucapkan konstitusi yang sering digaungkan oleh penguasa sebagai akal bulusnya,

Nalar Mahasiswa tentunya selalu  mengarahkan pribadinya untuk terus kritis terhadap situasi dan kondisi yang sekarang terjadi dan yang akan datang nantinya juga. Sejak berdirinya Boedi Oetomo dan ikrar Sumpah pemuda, Pemuda/ Mahasiswa bersinergi untuk menyatukan diri untuk melawan penjajahan pada waktu itu yang kemudian berhasil membawa indonesia kedepan pintu gerbang kemerdekaan. Pasca kemerdekaan pun, Mahasiswa masih konsisten untuk mengawal pemerintahan untuk berjalan baik, terbukti dengan berakhirnya ‘’orde lama’’ sampai tumbangnya rezim otoriter “orde baru. Hal ini sebenarnya menjadi alram bagi elit kekuasaan sekaligus pembelajaran kepada mereka, bahwa mereka harus sadar, ketika pemerintahan sudah menjadi rezim yang lupa akan cita-cita bangsa indonesia, maka ada satu kelompok yang akan berteriak dengan lantang, berdiri di baris terdepan dalam barisan rakyat untuk menumbangkan rezi tersebut.

Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah ( IMM ) sebagai gerakan mahasiswa dengan simbol merahnya sudah seharusnya menjadi garda terdepan untuk menyerukan kepentingan bangsa dan rakyat. Penggunaan warna merah sebagai simbol IMM selain sebagai anti tesis terhadap dominasi tunggal merah oleh kaum PKI dan kelompok ideologi revolusioner sekalipun pada titik tertentu IMM juga merupakan gerakan revolusioner, tetapi juga sebagai identitias terhadap pro rakyat. Warna merah IMM pertanda gerakan IMM selalu berpihak kepada rakyat. Sehingga penggunaan simbol merah sebagai identitas IMM bukan hanya digunakan untuk melawan rezim dan monopoli simbol juga sekaligus sebagai keberpihakan rakyat yang diilhami oleh spitirit Teologi Al – maun dalam gerakan IMM, yang menjadi tradisi keilmuan dan praksis dalam tubuh persyarikatan Muhammadiyah dalam membuat perubahan sosial di masyarakat.

Pembahasan         

Semua gerakan apapun selalu memiliki prinsip perjuangan yang di tekuni. Dalam hal ini penulis menyebutnya sebagai Idealisme gerakan, idealisme ini tentunya menjadi titik acuan atau menjadi konsep besar dalam tubuh organisasi yang kemudian diaktualisasikan oleh kader-kadernya sekreatif mungkin. Artinya ketika ada sebuah organisasi tanpa idealisme perjuangan, bisa jadi organisasi tersebut adalah organisasi ilusi. Idealisme gerakan juga berfungsi untuk menggiring dan mengontrol jalannya roda organisasi sekaligus mengarahkan kader-kadernya untuk mentrasferkan dimensi ide ke dimensi realitas. Oleh karena itu sangat penting untuk mengenali kepribadian organisasi kita dalam hal ini adalah IMM. Maka, hal yang paling mendasar diketahui oleh kader IMM adalah bagaimana memahami idealisme gerakan yang menjadi konsep besar sekaligus pijakan IMM, untuk digerakkan agar nilai-nilai idealisme tersebut tidak hanya melangit namun juga membumi untuk menegaskan kepada siapa dia berpihak.

Enam penegasan menjadi idealisme gerakan yang melekat dalam tubuh kader dan orgnaisasi IMM. Kelekatan tersebut sejak ia dideklariskan berdirinya IMM di yogyakarta yang kemudian dideklarasikan ulang di Solo. Keberadaan Enam penegasan ini haruslah senantiasa dijadikan pedoman disegala sektor aktivitas IMM agar tercapai tujuan IMM. Selain berkaitan historis kelahiran IMM, juga berkaitan dengan kepribadian IMM itu sendiri. Maka basis enam penegasan yang kemudian melahirkan Trilogi IMM yakni religiusitas, intelektualitas, dan humanitas. Harus dimaknai tidak secara aspek nilai, melainkan juga gerakannya. Pertanyaannya sekarang, diumur IMM yang sudah melewati setengah abad ini, apakah nilai tersebut masih kita rawat sebagai identitas gerakan atau hanya menjadi nilai formalitas untuk melegitimasi IMM adalah organisasi yang berpihak kepada masyarakat.

Kondisi IMM hari ini tentu berbeda dengan kondisi sewaktu IMM dilahirkan. IMM hari ini tidak terlalu mengasyikkan untuk membahas identitas gerakan IMM, entah karena konsep itu sudah sempura dan tidak dibukanya pintu ijtihad dalam IMM, atau pijakan IMM yang sudah terlalu nyaman dan kecaman-kecaman dari eksternal sudah berkurang yang berbeda jauh sewaktu kelahira. Membuat IMM terperangkap di zona nyaman yang mengakibatkan eksistensi  IMM sedikit kehilangan di Masyarakat. Malahan Orientasi kader IMM adalah orientasi struktural kepengurusan yang tidak dibarengi dengan suksesi kepemimpinan,  yang berlomba untuk menduduki struktural tertinggi di IMM dengan alasan politis pribadi. Padahal dalam momentum musyawarah ikatan seharusnya dijadikan sebagai wadah reflektif 4 tahun kemarin sekaligus untuk merumuskan gagasan yang lebih progresif-revolusioner IMM untuk 4 tahun kedepannya. Sehinggan identitas IMM tidak pudar seiring berkembangnya Zaman.

Oleh karena itu, perlu kiranya ditanamkan dalam jati diri kader untuk tetap merawat idealisme gerakan IMM yang menjadi nafas perjuangan kita. Enam penegasan seharusnya selalu menjadi pegangan dalam tubuh kader dan ikatan sebagai organisasi yang tetap konsisten untuk berpihak kepada rakyat (Teologi-almaun) dengan kesadaran kolektif kadernya. Dengan menyelami idealisme IMM yang kemudian diaktualisasikan kedalam tatanan praksis gerakan, akan dengan sendirinya membentuk kesadaran kolektif bersama diantara heterogennya pemikiran kader-kader IMM. Yang kemudian Idealisme gerakan itu juga yang akhirnya mempertemukan kita dalam dialektika gerakan dan identitas IMM .