Pemuda dan Fatamorgana Masa Muda: Sebuah Refleksi Terhadap Call of Duty dan Self Interest
Oleh
Tubagus Muhammad Risyad
Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Prakata
Artikel ini dimaksudkan untuk menambahkan wacana seputar kepemudaan, mengingat perkembangan zaman yang terus berkembang, membawa berbagai macam pengaruh terhadap kehidupan manusia yang semakin hari, semakin kompleks dan belum disikapi dengan sebuah senjata pemungkas untuk melawan arus atau diam dan go with the flow.
Isi dari artikel ini merupakan buah pikiran penulis yang di pengaruhi oleh berbagai macam pemikiran, wacana seputar kepemudaan dan pengalaman penulis selama mengikuti proses delam Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah yang kemudian, dituangkan kedalam sebuah tulisan untuk mencoba membuka pikiran umum nya bagi pembaca dan khusus nya bagi penulis antara panggilan kewajiban dan keinginan pribadi dan fatamorgana masa muda yang telah membutakan kita akan suatu realitas yang perlu kita perjuangkan.
Dalam menyikapi sumpah pemuda pada 28 Oktober ini. Semoga kita bisa kembali merenungkan amanah yang telah founding fathers kita berikan dan terintegrasi kedalam nadi lalu terkoneksi dengan otak dan hati kita kemudian menjadi stimulus bagi kita dalam menghadapi realitas zaman ini.
Pendahuluan
Dalam membangun karakter pemuda yang menjiwai nasionalisme perlu merefleksikan diri pada sejarah. Sumpah pemuda merupakan pilihan yang tepat untuk di jadikan sebagai salah satu refleksi, mengingat pemuda dari berbagai daerah di Indonesia berkumpul dalam satu kongres yang bernama kongres pemuda, di selenggarakan pada 27-28 Oktober 1928 di Batavia (DKI Jakarta). Keputusan kongres menegaskan bahwa cita-cita mereka satu tanah air Indonesia, satu bangsa Indonesia dan satu bahasa yaitu bahasa Indonesia.
Kita bisa membayangkan, berbagai macam pemuda-pemudi di seluruh Indonesia dengan berbagai macam latarbelakang, pemikiran dan budaya. Bisa bersatu dalam satu ikatan yang kuat kemudian melahirkan sumpah pemuda yang menjadi saksi sejarah bahwa perjuangan kemerdekaan Indonesia bukan hanya dari golongan tua namun, merupakan jerih payah dari pemuda-pemudi Indonesia.
Sebagai aktor sosial perubahan, pemuda bukan saja menyandang status sebagai pemimpin masa depan, tetapi juga sebagai tulang punggung bangsa dalam mengisi pembangunan negara Indonesia seperti yang di cita-cita kan dalam pembukaan UUD 1945 membentuk suatu pemerintah negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Fatamorgana Masa Muda
Banyak pemuda zaman now beropini bahwa, masa muda harus di nikmati karena masa muda tak dapat di ulang kembali. Jelas hal itu tidak dapat di pungkiri. Kata menikmati dan memanfaatkan memiliki esensi yang hampir sama. Kata menikmati dapat di artikan sebagai sesuatu yang menyenangkan atau memuaskan yang telah atau akan kita alami. Sedangkan, kata memanfaatkan dari kata manfaat dalam KBBI artinya menjadikan ada faedahnya.
Dalam memanfaatkan masa muda bukan berarti kita harus menikmati nya. Perlu kita ketahui kenikmatan itu relative bagi setiap individu, sesuatu hal akan nikmat atau tidak, tergantung dari individu yang menyikapi nya. Banyak mahasiswa/i yang gagal paham dengan kalimat menikmati masa muda. Contoh, dalam kehidupan asmara kerap kali berganti pasangan dengan alasan bosan dan ingin secara terus-menerus berdalih menikmati masa muda tanpa memikirkan konsekuensi dari perbuatan nya tersebut.
Realitas lain nya, perkembangan zaman di era teknologi adalah smart namun, tidak di ikuti oleh smart pengguna teknologi tersebut. Sehingga membuat terlena bagi siapa saja yang mempunyai teknologi macam itu. Pengguna teknologi yang mostly adalah pemuda-pemudi lebih sering memegang dan memainkan gadget nya dengan berbagai macam fitur yang melenakan kehidupan, ketimbang melakukan kegiatan yang produktif demi kemajuan negara Indonesia.
Zaman yang semakin canggih, persaingan yang semakin ketat baik dengan masyarakat dalam negeri maupun luar negeri. Kita sebagai pemuda-pemudi generasi bangsa seharus nya merasa risih dengan realitas di sekeliling kita saat ini, kemudian menanam benih-benih positif sejak dini tanpa harus kehilangan masa muda dengan cara memanfaatkan nya, mengisi waktu luang kita di luar jam kuliah. Hal sederhana yang bisa dilakukan, aktif dalam suatu organisasi dan melibatkan diri sebagai pengurus di dalam nya, mencari pekerjaan part time, ikut dalam diskusi dan aktif berdialektika, membiasakan membaca buku dan menulis. Sebetul nya, masih banyak contoh lain yang bisa kita lakukan sehingga kita tidak terjebak dalam fatamorgana masa muda yang melenakan.
Sebuah Refleksi Terhadap Call of Duty dan Self Interest
Semua orang sepakat bahwa untuk menjadi seseorang yang sukses perlu diasah dengan berbagai macam kegiatan yang positif kemudian meresapi nya dan menjadi mesin penggerak untuk mendorong diri nya menuju gerbang kesuksesan. Sumpah pemuda ada karena adanya panggilan kewajiban dari pemuda-pemudi kemudian menyatukan frame sehingga terwujud nya sumpah pemuda tersebut.
Sebagai pemuda penerus bangsa, tentu kita tidak bisa menafikan terhadap panggilan kewajiban yang sudah di pangku oleh kita yaitu as an agent of change, terjun kedalam organisasi pergerakan, menanggapi isu-isu nasioanl dengan berbagai macam diskusi dan aksi. Namun, yang menjadi polemik adalah amanah kebanyakan orang tua kita yang menginginkan kita sebagai seorang anak yang baik, patuh dan taat aturan. IPK tinggi, menjuarai berbagai perlombaan dan pengalaman study abroad. Merupakan eye catch bagi setiap orang tua yang mendefinisikan kesuksesan anak mereka dengan semacam itu.
Polemik antara call of duty dan self interest dalam diri mahasiswa saat ini tidak bisa dinafikan, beberapa mengejar call of duty dengan berbagai macam wacana sosial, diskusi terhadap isu-isu, aksi turun ke jalan dan membantu masyarakat yang terkena kebijakan pemerintah yang kurang pro-rakyat, seperti penggusuran yang terjadi di Parangkusumo. Beberapa pemuda lain nya mengejar self interest dengan berbagai perlombaan, student exchange, international conference dan mengejar IPK se ideal yang di harapkan oleh mereka dan orang tua mereka.
Hard truth cut both ways, jujur sebagai seorang manusia yang notabene hanya mampu fokus terhadap beberapa hal bukan semua hal. Mengejar kedua nya cukup sulit tanpa ridho dari Yang Maha Esa.
Tan Malaka dalam Madilog nya berkata, berpikir besar kemudian bertindak. Tan mengajarkan kepada kita untuk menjadi seorang yang optimis dan visioner, tidak terjebak dalam polemik dan keputus asa an yang no one cares. Sebagai pemuda-pemudi harapan bangsa sudah seharusnya tidak lupa untuk menguatkan spiritual, intelektual dan humanitas. Kutipan dari Marry Riana, Seribu orang berjiwa tua hanya dapat bermimpi, satu orang berjiwa muda dapat mengubah dunia.
Kesimpulan
Tan Malaka dalam Madilog nya berkata, sedangkan sebetulnya cara mendapatkan hasil itulah yang lebih penting daripada hasil. Bila kaum muda yang telah belajar di sekolah dan menganggap diri nya terlalu tinggi dan pintar untuk melebur dengan masyarakat yang bekerja dengan cangkul dan hanya memiliki cita-cita yang sederhana, maka lebih baik pendidikan itu tidak di berikan sama sekali.
Melihat berbagai macam realitas yang kita hadapi jangan lah membuat diri kita berputus asa, jadi kan hal tersebut sebagai tangga untuk meraih cita-cita yang kita harapkan. Sebagai pemuda-pemudi seharusnya menikmati proses yang telah diusahakan dengan senyuman, pikiran jernih, hati yang lapang dan tangan yang sigap. Sehingga bisa meraih apa yang kita cita kan tanpa menafikan panggilan kewajiban yang di berikan oleh masyarakat kepada kita.
Semoga ruh euforia dalam menyikapi sumpah pemuda ini terintegrasi dalam nadi lalu terkoneksi dengan otak dan hati kita kemudian menjadi stimulus bagi kita dalam menghadapi realitas zaman ini.